Prostate cancer screening using PSA tests has been controversial due to high false-positive rates. Biopsy confirmation is often unnecessary, leading to patient concerns. New diagnostic methods like protein structure analysis could improve accuracy and reduce unnecessary procedures, ultimately enhancing patient outcomes.
Proses skrining kanker prostat sangat berpengaruh terhadap hasil bagi pasien. Kanker prostat menjadi salah satu kanker paling umum di kalangan pria di AS. Munculnya tes antigen spesifik prostat (PSA) dipandang sebagai terobosan, tetapi juga menuai kontroversi karena potensi hasil positif palsu. Sekitar 75% biopsi yang dilakukan setelah tes PSA yang meningkat negatif untuk kanker prostat. Masih terdapat perdebatan tentang PDA, terutama setelah Dr. Richard Albin menulis tentang masalah ini pada tahun 2000.
Skrining dilakukan berdasarkan usia dan faktor-faktor lain seperti obesitas, yang berkontribusi pada peningkatan kasus kanker prostat. Tes PSA, sementara itu direkomendasikan untuk keputusan individu bagi pria berusia 55-65 tahun. Meningkatnya diagnosis kanker prostat menunjukkan suhu perdebatan tentang metode skrining yang lebih efisien dan biaya yang dikeluarkan. Ada juga kekurangan dokter urologi, sehingga dibutuhkan pendekatan baru untuk diagnosis.
Inovasi dalam metode pengujian seperti analisis struktur protein dan pengujian multi-kanker kemungkinan dapat menggantikan tes PSA. Metode ini menawarkan potensi untuk mengidentifikasi risiko kanker dengan lebih baik dan dapat mengurangi jumlah biopsi yang tidak perlu. Dengan perbaikan metode skrining, diharapkan dapat meningkatkan hasil bagi pasien kanker prostat.
Sumber Asli: medcitynews.com