Menyesuaikan Skrining Kanker Payudara dengan Risiko Individu

Para ahli mendorong strategi skrining kanker payudara yang lebih ditail untuk menyesuaikan dengan risiko individu. USPSTF telah merekomendasikan skrining mulai dari usia 40 tahun setiap dua tahun, meskipun banyak wanita usia 40-49 tahun mungkin mengalami hasil positif palsu. Model risiko dalam 5-10 tahun lebih relevan daripada model seumur hidup dan dapat mengurangi prosedur berlebihan.

Pakar kesehatan mempertimbangkan pendekatan yang lebih personal dalam skrining kanker payudara, alih-alih pendekatan satu ukuran untuk semua, terutama bagi wanita berisiko rata-rata yang diharuskan memulai skrining pada usia 40 tahun. Meskipun US Preventive Services Task Force (USPSTF) telah merekomendasikan skrining setiap dua tahun, banyak wanita, terutama yang berusia 40-49 tahun, berisiko tinggi mengalami hasil positif palsu. Penelitian menunjukkan hanya sedikit manfaat dari skrining tahunan. Oleh karena itu, penting untuk menilai risiko kanker payudara dalam jangka pendek (5-10 tahun) alih-alih seumur hidup untuk memitigasi potensi risiko dan perawatan berlebihan.

Isu kanker payudara terus menjadi perhatian karena adanya disparitas dalam risiko dan efek skrining. Wanita dengan riwayat keluarga atau mutasi BRCA berisiko lebih tinggi, tetapi pendekatan skrining harus lebih spesifik untuk mempertimbangkan faktor-faktor seperti ras, kepadatan payudara, dan indeks massa tubuh. Tujuan utamanya adalah meningkatkan efektivitas skrining sambil mengurangi stres dan prosedur yang tidak perlu bagi pasien.

Kanker payudara memerlukan pendekatan yang lebih personal dalam skrining. Penilaian risiko yang mempertimbangkan faktor individual dalam waktu 5-10 tahun sangat penting untuk menentukan kapan dan bagaimana melakukan skrining. Perubahan dalam prosedur ini, termasuk penggunaan mamografi kontras, dapat memberikan manfaat yang lebih besar dan pengalaman yang lebih baik bagi pasien.

Sumber Asli: www.medscape.com

About Malik Johnson

Malik Johnson is a distinguished reporter with a flair for crafting compelling narratives in both print and digital media. With a background in sociology, he has spent over a decade covering issues of social justice and community activism. His work has not only informed but has also inspired grassroots movements across the country. Malik's engaging storytelling style resonates with audiences, making him a sought-after speaker at journalism conferences.

View all posts by Malik Johnson →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *