Skrining Kanker Payudara yang Disesuaikan dengan Risiko Individu

Perlu penyesuaian dalam skrining kanker payudara untuk memfokuskan pada risiko individu. USPSTF merekomendasikan awal skrining pada usia 40, namun kurang spesifik untuk kelompok tertentu. Model risiko jangka 5-10 tahun dianggap lebih akurat. Perdebatan mengenai teknik skrining seperti MRI versus mammografi kontras juga muncul.

Penelitian terbaru mengusulkan perlunya penyesuaian lebih baik dalam skrining kanker payudara berdasarkan risiko individu. Meskipun pedoman menyarankan pemantauan lebih ketat bagi wanita dengan riwayat keluarga atau mutasi BRCA, wanita dengan risiko rata-rata masih mengikuti metode skrining universal yang hanya berdasarkan usia. USPSTF mengubah rekomendasi agar wanita melakukan mammogram mulai usia 40, tetapi masih mengesampingkan kebutuhan khusus untuk wanita kulit hitam dan yang memiliki jaringan payudara padat.

Para ahli mendukung penggunaan model risiko jangka pendek (5-10 tahun) dalam penilaian skrining, menggantikan model risiko seumur hidup. Ini dianggap lebih akurat untuk menilai kapan proses skrining harus dimulai. Para spesialis di San Antonio Breast Cancer Consortium menekankan bahwa banyak faktor, termasuk obesitas dan kepadatan payudara, harus dimasukkan dalam keputusan skrining.

Salah satu perubahan utama adalah rekomendasi menggunakan skrining biennial alih-alih tahunan. Penelitian menunjukkan bahwa skrining tahunan hanya sedikit meningkatkan probabilitas penyelamatan nyawa tetapi membawa lebih banyak hasil positif palsu, memicu lebih banyak tes dan kecemasan. Namun, rekomendasi untuk memulai skrining pada usia 40 tahun masih terlalu umum dan bisa menyebabkan banyak positif palsu di kelompok usia ini.

Dr. Karla Kerlikowske merekomendasikan untuk menilai risiko wanita 40-49 tahun dengan menggunakan model risiko BCSC v3 yang memperhitungkan berbagai faktor seperti indeks massa tubuh dan riwayat biopsi. Hanya 12% wanita di kelompok ini memenuhi ambang risiko 1,4%, sehingga banyak yang bisa dihindari dari skrining tidak perlu.

Seiring dengan ini, Dr. Seema Khan menekankan bahwa pendekatan yang lebih cermat pada skrining MRI tambahan juga diperlukan, beralih dari model risiko seumur hidup ke model jangka pendek. Ini lebih logis, terutama melibatkan wanita yang lebih muda, dan membantu menghindari MRI untuk individu yang tidak perlu melalui pemeriksaan mahal ini.

Selain itu, ada perdebatan mengenai teknik skrining tambahan yang paling efektif. Dr. Connie Lehman merekomendasikan penggunaan mammografi kontras sebagai alternatif untuk MRI karena sensitivitas yang setara namun spesifisitas yang lebih baik dalam mendeteksi kanker payudara, dan prosedur ini lebih cepat serta lebih disukai pasien.

Saat ini, pedoman untuk skrining kanker payudara sering kali umum dan tidak spesifik untuk kelompok dengan risiko lebih tinggi. Penelitian menunjukkan adanya kebutuhan untuk mengadaptasi pendekatan yang lebih pribadi, termasuk faktor-faktor seperti riwayat keluarga, etnis, dan kepadatan payudara dalam membuat keputusan skrining. Mengembangkan model risiko berdasarkan jangka waktu lebih pendek (5-10 tahun) diharapkan dapat memberikan ketepatan lebih dalam penentuan skrining yang diperlukan.

Secara keseluruhan, pentingnya personalisasi dalam skrining kanker payudara semakin jelas, dengan para ahli menyerukan pendekatan berbasis risiko yang lebih teliti. Penggunaan model jangka pendek, penggantian teknik skrining dengan lebih efektif, serta penyesuaian dalam rekomendasi usia mulai skrining diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien serta meningkatkan efektivitas skrining. Ini akan membantu menyelamatkan lebih banyak nyawa dengan meminimalkan tindakan medis yang tidak perlu.

Sumber Asli: www.medscape.com

About Malik Johnson

Malik Johnson is a distinguished reporter with a flair for crafting compelling narratives in both print and digital media. With a background in sociology, he has spent over a decade covering issues of social justice and community activism. His work has not only informed but has also inspired grassroots movements across the country. Malik's engaging storytelling style resonates with audiences, making him a sought-after speaker at journalism conferences.

View all posts by Malik Johnson →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *