Sebuah uji darah baru, Stockholm3, berpotensi mengurangi biopsi prostat yang tidak perlu hingga 45% dan menunjukkan sensitivitas yang baik dalam mendeteksi kanker prostat. Studi ini melibatkan lebih dari 2.100 pasien dari berbagai etnis di AS dan menunjukkan efektivitas yang setara dengan tes PSA, dengan fokus pada inklusivitas dalam penelitian untuk meningkatkan hasil kesehatan pada pria. Penelitian ini penting bagi pria kulit hitam yang berisiko tinggi, menegaskan perlunya pengembangan alat yang lebih baik di bidang kesehatan urologi.
Sebuah uji darah baru berpotensi mengurangi jumlah biopsi prostat yang tidak perlu dan memiliki sensitivitas mendeteksi kanker prostat yang setara dengan metode skrining standar, terlepas dari ras atau etnis, berdasarkan uji coba multi-pusat yang dipublikasikan di Journal of Clinical Oncology. Dr. Adam B. Murphy, penulis utama dan investigator utama situs klinis di AS, memimpin studi ini. Kanker prostat adalah penyebab kematian kedua tertinggi pada pria di AS, dengan risiko lebih besar bagi pria yang lebih tua, memiliki riwayat keluarga, atau merupakan pria kulit hitam.
Risiko kanker prostat umumnya dinilai melalui pemeriksaan rektal digital dan skrining biomarker, seperti tes antigen spesifik prostat (PSA). Dalam studi ini, Murphy dan timnya meneliti efektivitas tes Stockholm3, yang bertujuan untuk meningkatkan deteksi kanker prostat dan mengurangi kebutuhan biopsi pada pasien dengan kanker prostat jinak atau berisiko rendah.
Lebih dari 2.100 pasien di 17 lokasi klinis di AS mengikuti penelitian ini. Keberagaman etnis pasien yang terlibat mencakup 16% Asia, 24% kulit hitam, 14% Hispanik putih, dan 46% non-Hispanik putih. Penelitian ini bertujuan memastikan analisis akurasi yang memadai di setiap subkelompok, sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam penelitian kanker prostat.
Sebelum biopsi, sampel pasien dikumpulkan untuk mengukur skor risiko Stockholm3, yang melibatkan analisis biomarker protein, biomarker genetik, dan informasi klinis lain. Temuan menunjukkan bahwa tes Stockholm3 berhasil mengurangi biopsi pada kanker prostat jinak dan berisiko rendah hingga 45%, dengan variasi antara 42% hingga 52% di antara subkelompok etnis.
Tim ini juga menemukan ambang batas lebih rendah untuk deteksi di antara pria kulit hitam, dengan sensitivitas yang setara dengan tes PSA dan spesifisitas hampir tiga kali lipat lebih tinggi. Murphy menyatakan pentingnya model studi yang inklusif dalam pengembangan biomarker kanker prostat untuk memastikan akurasi pada populasi yang beragam, terutama di era medis yang lebih presisi.
Kanker prostat merupakan masalah kesehatan publik yang serius di AS, dengan satu dari delapan pria berisiko terdiagnosis sepanjang hidup mereka. Penentuan risiko kanker prostat biasanya dilakukan melalui pemeriksaan fisik dan skrining biomarker, yang dapat menyebabkan sejumlah besar biopsi yang tidak perlu, terutama pada pasien yang tidak memiliki kanker. Inovasi dalam bentuk tes darah seperti Stockholm3 menjadi fokus penelitian untuk meningkatkan akurasi deteksi sekaligus mengurangi invasifitas prosedur biopsi. Statistik menunjukkan bahwa pria kulit hitam memiliki prevalensi lebih tinggi terhadap kanker prostat. Dibutuhkan inklusivitas dalam studi uji coba untuk mengakomodasi keberagaman ras dan etnis guna menghasilkan biomarker yang akurat dan efektif dalam deteksi kanker prostat. Studi ini melibatkan lebih dari 2.100 peserta yang mencakup berbagai kelompok rasial dan etnis dari seluruh Amerika Serikat, menekankan pentingnya penelitian yang representatif. Kesadaran akan risiko spesifik yang dihadapi segmen populasi yang berbeda sangat penting dalam pengembangan alat skrining kanker prostat yang aman dan efektif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tes Stockholm3 tidak hanya dapat mengurangi jumlah biopsi prostat yang tidak perlu, tetapi juga memberikan akurasi deteksi yang setara dengan tes PSA, menjadikannya pilihan yang lebih baik, terutama untuk pria kulit hitam. Studi ini menekankan pentingnya inklusivitas dan diversitas dalam penelitian kanker, serta peran kunci yang dapat dimainkan oleh inovasi dalam pengembangan alat deteksi yang lebih presisi. Dengan implikasi signifikan untuk praktik klinis, pendekatan ini dapat berkontribusi pada pengurangan morbiditas dari prosedur biopsi yang tidak diperlukan dan meningkatkan hasil kesehatan bagi pasien di seluruh spektrum demografis.
Sumber Asli: news.feinberg.northwestern.edu