Uji klinis fase 3 menunjukkan bahwa kombinasi obat imunoterapi nivolumab dengan kemoterapi hampir menggandakan tingkat penyembuhan pada pasien kanker payudara jenis ER+/HER2–. Penelitian ini mengindikasikan perlunya pendekatan baru dalam pengobatan kanker payudara. Uji coba dibagi kepada 510 pasien menunjukkan hasil signifikan dengan peningkatan pCR dari 13,8% menjadi 24,5%.
Sebuah uji klinis fase 3 menunjukkan bahwa penambahan obat imunoterapi yang ditargetkan ke terapi kemoterapi dapat meningkatkan hampir dua kali lipat tingkat penyembuhan bagi pasien kanker payudara jenis paling umum. Hasil ini mengindikasikan perlunya mengadopsi paradigma pengobatan baru untuk kanker payudara. Hasil penelitian ini mengikuti temuan sebelumnya pada limfoma Hodgkin, di mana kombinasi obat imunoterapi dengan kemoterapi meningkatkan tingkat remisi secara signifikan.
Uji klinis internasional ini dipimpin oleh Peter MacCallum Cancer Center di Australia dan berfokus pada kanker payudara ER+/HER2–, yang merupakan jenis paling umum. Dari 2,3 juta kasus kanker payudara baru di seluruh dunia pada tahun 2020, 70% di antaranya adalah subtipe ini. Kanker ini tergolong lebih lambat tumbuh dan kurang agresif dibandingkan dengan subtipe lain yang memiliki reseptor HER2 berlebih.
Uji coba yang disebut CheckMate 7FL ini menginvestigasi manfaat penambahan nivolumab, obat imunoterapi yang sama dengan yang digunakan untuk limfoma Hodgkin, pada pasien kanker payudara ER+/HER2– tahap awal yang berisiko tinggi. Nivolumab menghalangi reseptor PD-1 untuk meningkatkan aktivitas sel T dalam menyerang sel kanker, mengurangi kemampuan sel kanker untuk menyamarkan diri dari sistem kekebalan tubuh.
Sebanyak 510 pasien diacak untuk menerima kemoterapi dengan enten nivolumab atau plasebo. Hasil pCR, yang menunjukkan tidak adanya sel kanker yang terdeteksi, meningkat signifikan dengan 24,5% untuk grup nivolumab dibandingkan hanya 13,8% pada grup plasebo. Profesor Sherene Loi, pemimpin uji coba, menyatakan, “Pasien-pasien ini dianggap mungkin sembuh karena tidak ada sel kanker terdeteksi pada jaringan yang diambil.”
Kelompok yang diobati dengan nivolumab, terutama yang memiliki biomarker PD-L1, menunjukkan pCR yang masih lebih tinggi, yaitu 44% dibandingkan 20% pada grup plasebo. Hasil jangka panjang akan memberikan informasi lebih lanjut tentang kelangsungan hidup bebas peristiwa bagi setiap pasien, terutama yang positif PD-L1. Meskipun ada efek samping, seperti alopecia, mual, dan kelelahan, penelitian ini tetap dianggap berhasil sebagai tonggak baru dalam pengobatan kanker payudara.
Kanker payudara adalah salah satu jenis kanker paling umum di seluruh dunia, dengan lebih dari 2,3 juta kasus baru terdiagnosis pada tahun 2020. Jenis kanker ini paling sering terjadi pada wanita dengan subtipe estrogen receptor-positive (ER+) dan human epidermal growth factor receptor 2-negative (HER2–). Pengobatan konvensional melibatkan kemoterapi, pembedahan, dan terapi hormon untuk mencegah pertumbuhan sel-sel kanker, namun hasilnya bervariasi. Penambahan imunoterapi, seperti nivolumab, bertujuan untuk meningkatkan respons terapi kanker dengan meningkatkan aktivitas sel-sel dalam sistem imun. Uji klinis fase 3 ini bertujuan untuk menemukan apakah pendekatan kombinasi ini dapat meningkatkan tingkat pCR dan memperbaiki hasil keseluruhan.
Hasil uji coba menunjukkan bahwa penambahan nivolumab ke kemoterapi untuk kanker payudara ER+/HER2– tidak hanya meningkatkan tingkat penyembuhan hampir dua kali lipat tetapi juga menggambarkan potensi paradigma pengobatan baru. Meski terdapat beberapa efek samping, keberhasilan dalam meningkatkan pentingnya pCR menandai era baru dalam pengobatan kanker payudara. Selanjutnya, data jangka panjang dibutuhkan untuk menilai efek berkelanjutan dan keselamatan dalam populasi yang lebih luas.
Sumber Asli: newatlas.com