Peneliti ISU Menggali Dark Proteome untuk Terapi Kanker Baru

Iowa State University menyelidiki dark proteome, protein tidak terstruktur yang penting untuk respon stress sel kanker. Penelitian ini dipimpin oleh Julien Roche menggunakan NMR untuk memahami fungsi ATF, protein mendasar bagi kelangsungan hidup sel kanker. Dengan targeting ATF, diharapkan pengobatan baru dapat mengganggu proliferasi sel kanker tanpa merusak sel sehat. Penelitian juga memberi peluang bagi mahasiswa untuk berkontribusi dalam pengembangan ilmu.

Peneliti dari Iowa State University sedang menyelidiki bagian dalam sel manusia yang bisa mengarah pada pengobatan kanker baru. Mereka menantang pemahaman tradisional tentang protein yang memiliki bentuk tetap, dengan menemukan bahwa banyak protein dalam genom manusia adalah intrinsically disordered proteins (IDPs) yang fleksibel dan tidak terstruktur, sering disebut “dark proteome”. Meskipun tidak terstruktur, protein-protein ini berperan penting dalam proses seluler, termasuk respon stres yang terkait dengan kelangsungan hidup sel kanker.

Julien Roche, seorang profesor di departemen biokimia, biophysics, dan biologi molekuler, memimpin penelitian ini dan telah menggunakan spektroskopi Resonansi Magnetik Nuklir (NMR) untuk mengeksplorasi bagaimana fleksibilitas protein memengaruhi fungsinya. Dia menunjukkan bahwa lebih dari 50% protein manusia tidak memiliki bentuk yang terdefinisi, menjadikan penelitian tentang dark proteome sebagai frontier dalam biologi molekuler. Fokus utama labnya adalah pada keluarga protein yang disebut Aktivasi Faktor Transkripsi (ATFs) yang penting bagi respon gen terhadap kondisi stres.

Sel kanker sering bergantung pada ATF untuk bertahan di tengah stres tinggi akibat pertumbuhan yang cepat. Roche mencatat, “Protein ini mungkin terlihat seperti spaghetti, tetapi mereka memainkan peran penting dalam kesehatan dan penyakit. Memahami mereka bisa membuka pintu bagi terapi kanker yang lebih terarah.” Rencana Roche adalah mengembangkan obat yang menargetkan keluarga protein ATF agar sel kanker kehilangan kemampuannya beradaptasi.

Dengan menargetkan ATF, harapannya adalah dapat menyerang sel kanker secara selektif, berbeda dengan kemoterapi yang menyerang sel sehat dan kanker secara bersamaan. Roche juga menambahkan bahwa mekanisme respon stres umum di banyak jenis kanker, sehingga satu obat bisa menjadi solusi universal. Dalam konteks ini, ia menggambarkan sel kanker sebagai “orang yang terjebak dalam badai salju” bergantung pada protein ini untuk bertahan hidup.

Ia juga menyoroti peran kecerdasan buatan (AI) seperti AlphaFold yang membantu memprediksi struktur protein, meskipun masih banyak DNA tanpa struktur yang belum dieksplorasi. “AI adalah alat yang kuat, tetapi memiliki keterbatasan,” tambahnya. Oleh karena itu, pendekatan eksperimental seperti NMR tetap penting untuk memahami protein ini secara komprehensif.

Meskipun aplikasi obat masih dalam tahap awal, fokus laboratorium tetap pada kemajuan ilmu dasar dan pelatihan mahasiswa. Mahasiswa sarjana seperti Austin Petfalski mengatakan bahwa berkontribusi dalam penelitian langsung di lab Roche adalah pengalaman yang menyenangkan dan berarti. Proyek ini didukung oleh dana dari Roy J. Carver Charitable Trust dan National Institutes of Health (NIH).

Penelitian praklinis ini berusaha untuk mengeksplorasi peran dari dark proteome yang mengandung protein tidak teratur dalam proses biologi sel. Penemuan mula-mula menunjukkan bahwa protein ini dapat berfungsi dalam konteks respon sel terhadap stres, yang relevan dalam perkembangan terapi kanker. Mengingat banyaknya kesamaan mekanisme stres pada berbagai jenis kanker, targeting protein ini bisa menjadi landasan untuk pendekatan pengobatan kanker yang lebih efektif.

Penelitian di Iowa State University tentang dark proteome menjanjikan untuk membuka jalan bagi pengobatan kanker yang lebih terarah dan efektif. Dengan fokus pada keluarga protein ATF, para peneliti berambisi mengembangkan terapi yang hanya menyerang sel kanker sambil melindungi sel sehat. Dengan menggunakan teknik NMR serta kecerdasan buatan, penelitian ini menunjukkan potensi besar untuk penemuan baru dalam pengobatan kanker.

Sumber Asli: iowastatedaily.com

About Aisha Tariq

Aisha Tariq is an accomplished journalist with expertise spanning political reporting and feature writing. Her travels across turbulent regions have equipped her with a nuanced perspective on global affairs. Over the past 12 years, Aisha has contributed to various renowned publications, bringing to light the voices of those often marginalized in traditional media. Her eloquent prose and insightful commentaries have garnered her both reader trust and critical acclaim.

View all posts by Aisha Tariq →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *