Lebih dari 90% orang dewasa di AS terinfeksi virus Epstein-Barr (EBV) yang diketahui dapat menyebabkan penyakit serius. Studi menunjukkan, penerima transplantasi ginjal yang tidak terpapar EBV sebelumnya berisiko tinggi mengembangkan lymphoproliferative disorder (PTLD) setelah menerima organ dari donor terinfeksi. Sekitar 22% dari penerima tersebut mengembangkan PTLD dalam tiga tahun, dengan angka kematian yang signifikan. Penelitian ini menekankan perlunya pemantauan dan strategi pengelolaan yang lebih baik untuk pasien tersebut.
Viral Epstein-Barr (EBV) telah terinfeksi lebih dari 90% populasi dewasa di AS dan dikenal sebagai penyebab mononukleosis serta terkait dengan beberapa kanker. Sebuah studi dari Perelman School of Medicine, Universitas Pennsylvania, menyatakan bahwa penerima transplantasi ginjal yang belum terpapar EBV yang menerima organ dari donor yang terinfeksi berisiko tinggi untuk mengembangkan komplikasi post-transplantasi yang serius, disebut lymphoproliferative disorder (PTLD). Sekitar 4 hingga 5 persen dari transplantasi ginjal dewasa, mencapai 1.200 pasien per tahun, dapat berisiko terkena kondisi ini.
Dari penelitian tersebut, ditemukan bahwa 22% penerima ginjal yang tidak memiliki paparan EBV sebelumnya dan menerima organ dari donor yang terinfeksi mengembangkan PTLD dalam tiga tahun setelah transplantasi. Angka kanker ini jauh lebih tinggi, yaitu lima hingga sepuluh kali lipat dibandingkan dengan estimasi sebelumnya berdasarkan data registri nasional. Selain itu, hampir sepertiga penerima yang terkena PTLD kehilangan nyawa akibat penyakit ini dalam periode studi.
Penelitian ini memberikan wawasan baru mengenai PTLD di kalangan orang dewasa. Meskipun risiko PTLD diakui, studi sebelumnya lebih difokuskan pada anak-anak karena kecilnya kemungkinan orang dewasa yang tidak terpapar EBV. Dr. Vishnu Potluri, penulis utama, menjelaskan bahwa data registri nasional kemungkinan meremehkan insiden PTLD karena ketidaklengkapan dan kesalahan dalam pelaporan sero-status EBV pada donor dan penerima.
Dr. Emily Blumberg menekankan perlunya strategi pemantauan yang lebih baik untuk pasien berisiko. “Kita perlu mengevaluasi cara mengelola immunosuppression untuk pasien ini, dan melakukan uji kesehatan yang lebih rutin untuk mendeteksi aktivitas EBV dalam darah,” ujarnya. Peneliti senior Chethan Puttarajappa juga menambahkan, studi ini menjadi panggilan untuk melakukan penelitian lebih lanjut demi meningkatkan keselamatan pasien transplantasi.
Temuan ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam risiko PTLD yang dihadapi oleh penerima transplantasi ginjal tanpa paparan sebelumnya terhadap EBV. Peneliti menyerukan pentingnya pemantauan dan pengelolaan yang lebih baik bagi pasien berisiko. Mengingat perbedaan signifikan dengan data sebelumnya, penelitian ini berfungsi sebagai panggilan untuk tindakan lebih lanjut demi keamanan dan keselamatan pasien transplantasi yang rentan.
Sumber Asli: www.newswise.com