Penggunaan AI dalam Deteksi Dini Kanker Payudara di Indonesia

Sebuah studi Swedia menunjukkan AI dapat meningkatkan deteksi kanker payudara dan mengurangi beban kerja radiolog. Dengan 26,6% kasus kanker payudara di Indonesia, teknologi ini dapat membantu dalam diagnosis, terutama mengingat kekurangan ahli radiologi. Namun, penting untuk mengembangkan dataset lokal yang sesuai.

Sebuah studi dari Swedia yang dipublikasikan di Lancet menunjukkan bahwa pemanfaatan AI dalam mendeteksi kanker payudara dapat membantu dalam deteksi dini, bahkan untuk jenis kanker agresif, sekaligus mengurangi beban kerja dokter. Penelitian ini melibatkan lebih dari 100.000 wanita dalam program skrining kanker payudara nasional Swedia. Di Indonesia, di mana 26,6% dari semua kasus kanker terjadi pada wanita, penggunaan teknologi ini dapat menjadi penting mengingat kekurangan ahli radiologi.

Pada penelitian ini, semua wanita berusia antara 40 dan 74 tahun menjalani skrining kanker payudara dengan hasil mammografi yang diperiksa oleh setidaknya dua radiolog. Skor AI diberi kategori risiko mulai dari 1 (rendah) hingga 10 (tinggi). Penemuan menunjukkan bahwa metode yang dibantu AI mendeteksi 6,4 kasus per 1.000 wanita, lebih tinggi dibandingkan 5 kasus dengan metode standar.

AI juga meningkatkan deteksi kanker invasif, berhasil menemukan 270 kasus dibandingkan 217 melalui metode standar, tanpa meningkatkan jumlah positif palsu secara signifikan dan mengurangi beban kerja radiolog sebesar 44,2%. Penelitian ini menunjukkan bahwa AI dapat membantu dalam mendeteksi kanker lebih awal, namun belum terbukti dapat menurunkan angka kematian akibat kanker.

Di Indonesia, AI dapat membantu meminimalkan kesalahan manusia dan menciptakan keseragaman dalam pelaporan dan diagnosis di berbagai tingkat keterampilan tenaga medis. Menurut Dr. Abhishek Shankar dari AIIMS-Delhi, teknologi seperti ini dapat meningkatkan kualitas diagnosa di sektor kesehatan yang terfragmentasi. Namun, tantangan terbesar adalah menciptakan dataset lokal untuk melatih model AI.

Masalah utama dalam pengobatan kanker payudara di Indonesia termasuk tingginya angka kematian dan usia rata-rata penderita yang lebih muda. Rata-rata usia kanker payudara di Indonesia adalah antara 40 hingga 50 tahun, lebih awal dibandingkan di negara Barat. Selain itu, prevalensi bentuk kanker yang lebih agresif, seperti triple negative dan HER2, lebih tinggi di Indonesia.

Teknologi skrining berbasis AI, Thermalytix, telah diuji di Punjab, yang menggantikan mammografi dengan analisis variasi suhu. Perangkat ini ringan dan portabel, serta berhasil mengidentifikasi risiko kanker pada sejumlah wanita. Dari lebih dari 15.000 wanita yang disaring, 460 dikategorikan berisiko tinggi.

Studi ini menunjukkan bahwa pemanfaatan AI dalam skrining kanker payudara dapat membantu deteksi lebih awal, mengurangi beban kerja dokter, dan menciptakan keseragaman dalam diagnosis di berbagai level keterampilan. Di Indonesia, dengan angka kanker payudara yang tinggi dan kekurangan ahli radiolog, teknologi ini menawarkan potensi yang besar untuk meningkatkan layanan kesehatan. Namun, tantangan masih ada terkait dengan pengembangan dataset lokal yang relevan untuk pelatihan AI.

Sumber Asli: indianexpress.com

About Samuel Miller

Samuel Miller is a veteran journalist with more than 20 years of experience in print and digital media. Having started his career as a news reporter in a small town, he rose to prominence covering national politics and economic developments. Samuel is known for his meticulous research and ability to present complex information in a reader-friendly manner. His dedication to the craft of journalism is matched only by his passion for ensuring accuracy and accountability in reporting.

View all posts by Samuel Miller →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *