Penelitian menunjukkan bahwa terapi radiasi kanker prostat dapat dilakukan dalam 5 sesi menggunakan SBRT, tanpa meningkatkan risiko kekambuhan. Meskipun beberapa efek samping muncul, mereka bersifat sementara. Ini mendukung penggunaan SBRT sebagai pilihan standar perawatan untuk pasien kanker prostat risiko sedang.
Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa terapi radiasi untuk kanker prostat dapat diselesaikan dalam hanya 5 sesi, dibandingkan dengan minimal 20 sesi yang biasa dilakukan. Sebagian besar peserta memiliki kanker prostat dengan risiko sedang untuk kekambuhan. Terapi stereotaktik (SBRT) tidak menunjukkan peningkatan risiko kekambuhan kanker setelah 5 tahun dibandingkan dengan terapi radiasi konvensional. Penelitian ini diterbitkan di New England Journal of Medicine pada 16 Oktober.
SBRT dengan tepat menargetkan radiasi ke tumor dan mengurangi paparan jaringan normal, memungkinkan dosis yang lebih tinggi per sesi. Meskipun peserta SBRT mengalami lebih banyak masalah saluran kemih dalam dua tahun pertama, efek samping ini umumnya bersifat sementara dan dapat diatasi dengan obat-obatan.
Beberapa pasien mungkin tidak cocok untuk SBRT, termasuk yang memiliki kelenjar prostat besar atau masalah saluran kemih yang sudah ada. Para dokter berpendapat bahwa SBRT mungkin bukan pilihan untuk semua orang, dan banyak pasien dengan kanker prostat risiko rendah mungkin lebih memilih pengawasan aktif alih-alih terapi radiasi atau bedah.
Terdapat pengurangan signifikan dalam jumlah sesi radiasi dari 40 hingga 5, yang tidak hanya memudahkan pasien tetapi juga menurunkan biaya perawatan. Penelitian PACE-B melibatkan 874 peserta dari UK, Irlandia, dan Kanada, dengan hasil menunjukkan bahwa SBRT tidak lebih buruk dalam mengendalikan kanker dibandingkan dengan terapi radiasi konvensional.
Setelah enam tahun, sekitar 95% pasien tidak mengalami kekambuhan kanker. Tidak ada perbedaan signifikan dalam masalah pencernaan atau disfungsi seksual antara kelompok. Meski ada lebih banyak keluhan saluran kemih setelah SBRT, gejala tersebut hilang setelah dua tahun.
Uji klinis lain masih dilakukan untuk menginvestigasi efek samping lebih lanjut dari SBRT dibandingkan dengan terapi radiasi hipofrakmentasi. Penting untuk memastikan akses dan pelatihan bagi dokter dan teknisi untuk menerapkan SBRT secara lebih luas. Walaupun beberapa rumah sakit di AS mungkin belum siap untuk terapi ini, perawatan dengan jadwal lebih panjang tetap efektif dalam mengendalikan kanker.
SBRT telah terbukti efektif dalam pengobatan kanker prostat berisiko sedang dengan mengurangi jumlah sesi terapi dari 20 menjadi hanya 5 tanpa mengorbankan kontrol kanker. Meskipun beberapa efek samping muncul, mereka umumnya bersifat sementara. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi semua opsi dan memastikan akses terhadap teknologi dan pelatihan yang dibutuhkan.
Sumber Asli: www.cancer.gov