Bill Faulkner, 73, bebas dari kanker prostat setelah menjalani kombinasi MRgFUS dan TULSA di Stanford Medicine. Meskipun khawatir tentang efek samping dari pengobatan invasif, prosedur minimal invasif ini memungkinkan dia untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Faulkner kini berbagi pengalamannya sebagai advokat untuk perawatan kanker yang efektif.
Bill Faulkner, 73, selama hampir satu dekade menghindari tes PSA untuk kanker prostat karena merasa khawatir tentang risiko diagnosa berlebihan dan efek samping dari perawatan invasif. Namun, setelah tes rutin pada November 2021 menunjukkan hasil mengkhawatirkan dengan adanya dua lesi kanker, Faulkner dan istrinya memutuskan untuk mencari alternatif yang tidak akan memengaruhi kualitas hidup mereka.\n\nFaulkner memilih ablasi ultrasound yang dipandu MRI di Stanford Medicine, yang menggabungkan pendekatan khusus untuk setiap lesi. Di bawah bimbingan Dr. Geoffrey Sonn dan Dr. Pejman Ghanouni, Faulkner menjalani MRgFUS untuk satu lesi dan TULSA untuk yang lainnya. Ini menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan perawatan yang lebih invasif dan radiasi.\n\nMRgFUS efektif untuk menghancurkan jaringan kanker dengan presisi, menjaga jaringan sehat. Setelah tiga bulan, terapi TULSA dilakukan untuk menghilangkan jaringan kanker melalui uretra. Faulkner adalah pasien pertama yang menjalani kedua prosedur ini di Stanford, dan tidak mengalami efek samping signifikan.\n\nFaulkner mencatat bahwa pemulihan sangat cepat, tanpa lukaan, dan hanya merasa sedikit ketidaknyamanan. Hingga dua setengah tahun setelah perawatan, ia tetap bebas dari kanker. Faulkner kini aktif menjadi advokat untuk metode lanjutan yang ditawarkan di MIMRIC, berterima kasih atas perawatan yang diberikan.
Bill Faulkner berhasil mengatasi kanker prostat melalui metode terbaru yang minim invasif di Stanford Medicine. Setelah menjalani dua prosedur, ia tetap bebas dari kanker tanpa efek samping yang signifikan. Faulkner kini berperan aktif dalam menyebarkan informasi tentang pengobatan yang efektif dan aman untuk kanker prostat.
Sumber Asli: med.stanford.edu