Aneuploida merupakan karakteristik penting sel kanker, sekitar 90% sel kanker adalah aneuploid. Penelitian terbaru menunjukkan cara aneuploida memperkuat gen tertentu untuk mendukung pertumbuhan tumor, serta mengidentifikasi kerentanan pada sel aneuploid. Dengan metode seperti BISCUT, peneliti bisa merancang terapi baru untuk kanker, menggabungkan kemoterapi dengan pengobatan yang menargetkan jalur khusus dalam sel kanker.
Pada awal 1900-an, zoologis Jerman Theodor Boveri menemukan karakteristik sel kanker: kecenderungan untuk memiliki kromosom berlebih atau kurang. Sekitar 90 persen sel kanker adalah sel aneuploida, berbeda dengan sel normal yang euploida, yaitu memiliki dua set kromosom (46 total). Menurut Uri Ben-David, peneliti kanker, “Penemuan bahwa salah pengelompokan kromosom umum di sel kanker telah ada sejak lama.”
Meskipun diketahui selama lebih dari 100 tahun, penelitian tentang aneuploida dalam kanker kurang mendapatkan perhatian. Tantangan penelitian ini terletak pada kesulitan mengeksplorasi fenomena ini sebelum adanya kemajuan teknologi dalam pelurusan genom. Perdebatan berlanjut mengenai apakah aneuploida berkontribusi pada perkembangan kanker atau hanya terjadi secara acak selama mutasi sel kanker.
Selama 15 tahun terakhir, para ilmuwan seperti Angelika Amon dan Rameen Beroukhim mulai menjelaskan peran langsung aneuploida dalam pembentukan dan perkembangan tumor. Beroukhim menjelaskan bahwa “biaya sequencing yang menurun memungkinkan penambahan data dan memperbaiki pola analisis efektivitas.”
Mengetahui rahasia aneuploida dalam kanker penting dalam pengobatan kanker. Beroukhim menyampaikan, “Anda tidak bisa memperbaiki mobil sampai Anda memahami cara kerja mesinnya.” Para peneliti berharap dapat mengembangkan obat yang membalikkan efek tambahan salinan gen yang disebabkan oleh aneuploida.
Data terbaru menunjukkan bahwa penggandaan atau penghapusan kromosom tidak terjadi secara acak; aneuploida memperkuat atau menekan gen tertentu untuk meningkatkan kecocokan tumor. Tim Beroukhim dan Alison Taylor mengembangkan metode analisis matematis BISCUT untuk mengidentifikasi gen yang sering kena pengaruh. Metode ini mengungkap titik-titik tertentu pada kromosom yang terhapus atau terduplikasi, memberikan bukti kuat bahwa aneuploida berkontribusi pada kanker.
Ben-David dan Stefano Santaguida mengembangkan alat baru untuk memeriksa aneuploida dalam kanker, berusaha mengidentifikasi kerentanan yang tidak dimiliki sel diploid. Penelitian mereka menemukan bahwa sel aneuploida memiliki tingkat kerusakan DNA yang lebih tinggi dan aktivitas perbaikan juga meningkat. Hal ini menjadikan mereka resisten terhadap kemoterapi.
Lebih lanjut, penelitian menunjukkan bahwa sel aneuploid lebih sensitif terhadap obat yang menargetkan jalur kinase MAP. Kombinasi kemoterapi dengan penghambat jalur MAP kinase bisa meningkatkan konsentrasi pengobatan. Ben-David menyatakan bahwa peneliti berfokus pada cara menargetkan proses degradasi protein, yang dapat menjadi kerentanan bagi sel aneuploid.
Obat untuk menyerang jalur degradasi protein sudah ada, tetapi gagal dalam uji klinis sebelumnya akibat kurangnya biomarker yang baik untuk stratifikasi pasien. Penelitian ini menunjukkan hubungan antara tingkat aneuploida dan tanggapan pasien terhadap penghambat proteasome.
Tim Ben-David dan Santaguida sepakat bahwa langkah selanjutnya adalah menerjemahkan temuan ini ke dalam manfaat untuk pasien kanker. Meskipun penelitian ini menarik, sulit bagi perusahaan farmasi untuk berinvestasi dalam uji coba klinis untuk obat yang ada. Di tengah pemahaman yang semakin meningkat tentang peran aneuploida dalam kanker, terapi kanker bisa semakin dekat.
Penelitian tentang aneuploida dalam kanker menunjukkan peran signifikan aneuploida dalam pembentukan dan perkembangan tumor. Metode analisis terbaru membuktikan bahwa aneuploida tidak acak dan terkait dengan tujuan sel kanker. Menargetkan aneuploida dapat membuka jalan untuk terapi kanker baru yang lebih efektif. Mengidentifikasi kerentanan sel aneuploid dapat membantu dalam pengembangan strategi terapeutik yang lebih baik untuk melawan kanker.
Sumber Asli: www.drugdiscoverynews.com