Pembrolizumab dan Olaparib Tingkatkan PFS pada Kanker Ovarium Non-Mutasi BRCA

Studi KEYLINK-001 menemukan bahwa kombinasi pembrolizumab dan olaparib meningkatkan PFS pada pasien kanker ovarium epitelial non-mutasi BRCA. Median PFS mencapai 23,7 bulan dibandingkan dengan 15,2 bulan pada kelompok kontrol. Efek samping utama termasuk anemia dan neutropenia, menunjukkan perlunya pemantauan lebih lanjut dalam pengobatan ini.

Penelitian dalam uji coba KEYLINK-001 menunjukkan kombinasi pembrolizumab dan olaparib efektif meningkatkan waktu bebas progresi (PFS) pada pasien dengan kanker ovarium epitelial non-mutasi BRCA. Data analisis sementara ini diumumkan di pertemuan tahunan SGO 2025, yang menunjukkan median PFS mencapai 23,7 bulan pada kelompok pengobatan versus 15,2 bulan pada kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan peningkatan signifikan PFS di kedua kelompok. Pada analisis terakhir, median PFS pada kelompok pembrolizumab/olaparib adalah 23,9 bulan bandingkan dengan 15,2 bulan pada kelompok kontrol setelah pemantauan rata-rata 49,6 bulan. Hasil menunjukkan bahwa 38,8% pasien bertahan tanpa progresi setelah 36 bulan di kelompok pengobatan.

Penggunaan pembrolizumab dan olaparib menunjukkan konsistensi dalam berbagai subkelompok, meskipun pada populasi CPS 10 atau lebih, tidak ada pengujian formal lebih lanjut untuk PFS dilakukan. 1367 pasien berpartisipasi dalam penelitian ini dan dibagi menjadi tiga kelompok, masing-masing menerima berbagai kombinasi pengobatan dengan durasi yang ditetapkan.

Efek samping yang umum terjadi meliputi anemia, mual, dan neutropenia. Pay attention juga pada efek imunitas seperti hipotiroidisme dan pneumonitis. Singkatnya, penelitian ini menyoroti efektivitas kombinasi pengobatan baru untuk manajemen kanker ovarium.

Kombinasi pembrolizumab dan olaparib menunjukkan hasil yang signifikan dalam meningkatkan PFS pasien kanker ovarium non-mutasi BRCA dalam studi KEYLINK-001. Penggunaan pengobatan ini konsisten memberikan manfaat di beberapa subpopulasi, meskipun pengujian lebih lanjut diperlukan untuk menemukan keefektifan penuh dalam situasi yang berbeda.

Sumber Asli: www.onclive.com

About Chloe Kim

Chloe Kim is an innovative journalist known for her work at the intersection of culture and politics. She has a vibrant career spanning over 8 years that includes stints in major newsrooms as well as independent media. Chloe's background in cultural studies informs her approach to reporting, as she amplifies stories that highlight diverse perspectives and experiences. Her distinctive voice and thought-provoking articles have earned her a loyal following.

View all posts by Chloe Kim →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *