Artikel ini mengkritik pendekatan standar deteksi kanker prostat yang dianggap terlalu santai. Penulis menceritakan pengalaman pribadi yang menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan mengenai pemeriksaan tidak memperhitungkan risiko kanker agresif, dan bagaimana pedoman telah berubah untuk lebih mengandalkan keputusan pasien.
Sejak di diagnosis kanker prostat yang agresif pada 2019, penulis mengkritik pendekatan standar dalam penanganan kanker prostat. Pada tahun 2012, penulis mencari pemeriksaan PSA tetapi dokter menolak, mengklaim risiko screening lebih besar daripada manfaatnya. Ternyata, USPSTF mengeluarkan pedoman yang menyarankan untuk tidak melakukan pemeriksaan prostat, tanpa memperhitungkan bahwa 10-20% pria mungkin memiliki kanker agresif yang mematikan.
Meskipun mayoritas pria tidak akan mati karena kanker prostat, mereka yang terkena bentuk agresif dapat kehilangan lima hingga tujuh tahun hidup atau lebih, dan memerlukan pengobatan yang lebih keras dan mahal. Dari tahun 2012 hingga 2019, jumlah kanker prostat yang terdiagnosis menurun, namun kanker agresif meningkat 4-7% setiap tahun. Penghematan biaya dari penurunan prosedur prostatektomi terimbangi oleh biaya pengobatan kanker agresif yang lebih tinggi.
Pada tahun 2018, USPSTF mengubah pedoman menjadi “pengambilan keputusan bersama,” di mana keputusan untuk screening kini diserahkan kepada pasien. Hal ini menimbulkan risiko karena dokter mendapatkan pelunasan tanggung jawab jika ada kerugian bagi pasien, setelah hanya berdiskusi singkat dalam waktu yang terbatas.
Kesimpulannya, pendekatan standar terhadap kanker prostat mungkin terlalu santai dan mengabaikan kebutuhan pria dengan bentuk kanker agresif. Penunjukan keputusan kepada pasien tanpa informasi yang memadai dapat berbahaya. Pedoman yang lebih cermat diperlukan untuk melindungi semua pria dari kanker prostat, terutama yang memiliki risiko tinggi.
Sumber Asli: www.startribune.com