Indeks TyG-BMI Prediksi Risiko Kanker Kolorektal, Studi Menemukan

Sebuah studi baru menemukan bahwa indeks TyG dan TyG-BMI berhubungan dengan peningkatan risiko kanker kolorektal, terutama pada wanita, tetapi tidak berdampak pada mortalitas. Penelitian ini menawarkan potensi penggunaan TyG-BMI dalam strategi skrining dini untuk kanker kolorektal.

Sebuah studi baru menunjukkan bahwa tingkat trigliserida-glukosa (TyG) dan indeks body mass index (BMI) yang berkaitan dengan TyG (TyG-BMI) memiliki korelasi dengan risiko kanker kolorektal (CRC). Terutama, risiko ini lebih tinggi pada wanita. Meskipun ada hubungan ini, peneliti mencatat tidak ada keterkaitan yang jelas antara indikator tersebut dan tingkat kematian terkait CRC. Hasil meta-analisis ini diterbitkan dalam jurnal Lipids in Health and Disease.

Peneliti mencatat bahwa indeks TyG memiliki hubungan nonlinear dengan insiden CRC, sementara TyG-BMI menunjukkan tren linear yang positif. Menariknya, TyG-BMI dianggap sebagai prediktor yang lebih kuat dibandingkan dengan indeks TyG itu sendiri. Analisis juga menunjukkan bahwa faktor jenis kelamin, khususnya wanita, sangat berhubungan dengan kemungkinan peningkatan risiko CRC.

Studi sebelumnya melibatkan hampir 28.000 peserta, menunjukkan bahwa indeks TyG yang tinggi berkorelasi signifikan dengan peningkatan risiko CRC. Dalam studi itu, orang-orang dengan kadar TyG yang tinggi memiliki risiko 1.38 kali lebih besar untuk mengalami CRC setelah mempertimbangkan berbagai faktor gaya hidup dan klinis. Penelitian itu menemukan bahwa potensi cut-off TyG indeks untuk memprediksi insiden CRC ada di angka 8.272, yang menunjukkan kemungkinan penggunaannya untuk skrining awal CRC.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) antara 1999 dan 2018 untuk menggali hubungan TyG dan risiko CRC. Meta-analisis ini mencakup studi-studi terbitan sebelum 1 April 2025 yang memuat nilai TyG terkait insiden CRC. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa individu di kuartil kedua, ketiga, dan keempat dari TyG dan TyG-BMI memiliki insiden CRC yang lebih tinggi.

Namun, peningkatan mortalitas terkait CRC hanya terlihat pada kuartil kedua TyG. Hubungan nonlinear antara TyG dan insiden CRC juga teridentifikasi, sementara TyG-BMI menunjukkan tren linear yang jelas. Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa TyG-BMI adalah prediktor terkuat risiko CRC, dengan area di bawah kurva mencapai 0.71, mengindikasikan keandalannya.

Meski begitu, ada keterbatasan yang perlu dipertimbangkan oleh para peneliti. Pertama, adanya faktor confounding yang tidak terukur bisa mempengaruhi hasil. Desain retrospektif dalam penelitian juga membatasi interpretasi kausal. Selain itu, data NHANES mungkin tidak dapat digeneralisasi secara global, dan informasi yang dilaporkan sendiri dapat menyebabkan misclassifikasi. Jadi, meskipun hasilnya menunjukkan kami dapat menggunakan TyG-BMI untuk memprediksi risiko CRC, tidak ada sipat interrelasi yang signifikan antara indeks ini dengan kematian akibat CRC.

“TyG-BMI mengungguli semua indikator lain yang dipertimbangkan dalam studi ini dan dapat membantu mengidentifikasi orang dengan risiko tinggi secara dini,” ungkap para peneliti. Mereka menambahkan bahwa informasi ini bisa membantu dokter dalam memutuskan kelompok mana yang perlu menjalani skrining kolonoskopy, sehingga bisa mengurangi beban yang tidak perlu secara ekonomi dan psikologis.

Studi ini menunjukkan bahwa TyG-BMI memiliki hubungan signifikan dengan risiko kanker kolorektal, terutama pada wanita. Meskipun tidak terdeteksi hubungan dengan mortalitas, TyG-BMI bisa menjadi alat untuk skrining dan pencegahan. Meski ada beberapa keterbatasan, penelitian ini menekankan pentingnya indeks ini dalam penilaian risiko kanker kolorektal.

Sumber Asli: www.ajmc.com

About Malik Johnson

Malik Johnson is a distinguished reporter with a flair for crafting compelling narratives in both print and digital media. With a background in sociology, he has spent over a decade covering issues of social justice and community activism. His work has not only informed but has also inspired grassroots movements across the country. Malik's engaging storytelling style resonates with audiences, making him a sought-after speaker at journalism conferences.

View all posts by Malik Johnson →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *