Angka kanker kolon di kalangan orang muda meningkat dan diproyeksikan menjadi penyebab utama kematian di tahun 2030. Penelitian menunjukkan bahwa bakteri usus, khususnya toksin colibactin dari beberapa strain E. coli, mungkin berkontribusi pada perkembangan kanker ini. Perlunya perhatian pada diet dan skrining bagi kelompok berisiko tinggi pun semakin mendesak.
Kanker kolon semakin meningkat di kalangan orang muda, dengan proyeksi bahwa kanker kolorektal bisa menjadi penyebab utama kematian terkait kanker di kalangan dewasa muda pada 2030. Meski alasan pasti di balik lonjakan ini sebelumnya tidak jelas, penelitian terbaru mengungkapkan bahwa bakteri usus mungkin berperan. Toksin dari strain E. coli tertentu yang berkembang di diet terproses tinggi dapat memicu perkembangan kanker usus yang agresif di masa depan.
Saat ini, kanker kolon merupakan penyebab kematian kanker terbesar kedua, namun hanya sepertiga kasus yang terdiagnosis pada tahap awal. Penyakit ini sering kali tidak menunjukkan gejala pada fase awalnya dan dapat membutuhkan waktu hingga 15 tahun untuk berkembang. Oleh karena itu, skrining secara rutin menjadi sangat penting, terutama karena banyak pasien tidak memiliki tanda peringatan awal.
Penelitian baru ini melibatkan tim internasional yang menganalisis urutan DNA lengkap dari 981 tumor kanker kolorektal dari pasien di 11 negara. Mereka menemukan pola geografi yang mencolok dalam mutasi penyebab kanker.
Dua tanda mutasi khusus, SBS88 dan ID18, terkait dengan colibactin, toksin DNA yang dihasilkan oleh beberapa strain E. coli. Tanda mutasi ini 3,3 kali lebih umum pada pasien yang didiagnosis sebelum usia 40 tahun dibandingkan dengan mereka yang berusia di atas 70 tahun. Ini mengindikasikan bahwa kerusakan kemungkinan terjadi jauh sebelum kanker terdiagnosis.
Colibactin tidak menyebabkan kerusakan DNA secara sembarangan. Penelitian menunjukkan bahwa ia cenderung menyerang gen APC, penghalang tumor penting. Sekitar 25% mutasi APC pada kanker positif colibactin membawa tanda unik dari toxinnya. Kerusakan pada sistem pengendalian internal tubuh ini bisa menjadi alasan mengapa kanker terdeteksi lebih awal.
Analisis molekuler menunjukkan bahwa mutasi terkait colibactin sering muncul dalam sepuluh tahun pertama kehidupan. Ini memberikan gambaran bahwa toxin tersebut mungkin menjajah usus anak-anak dan memulai perubahan kanker sejak dini, meskipun penelitian ini belum secara langsung diperiksa pada anak-anak atau dewasa muda.
Meskipun masih ada teori, temuan ini juga memberikan peta risiko kanker terkait mikroba. Namun, komposisi bakteri ini bervariasi berdasarkan wilayah. Negara-negara seperti Argentina, Brasil, dan Rusia, di mana angka kanker kolorektal meningkat, menunjukkan kadar mutasi yang lebih tinggi terkait colibactin.
Faktor pemicu mungkin termasuk penggunaan antibiotik yang berulang, diet terproses tinggi, serta kehidupan urban yang mengurangi paparan lingkungan mikroba yang bervariasi. Berbeda dengan faktor gaya hidup yang terakumulasi selama bertahun-tahun, colibactin tampaknya menyerang pada periode yang lebih sempit saat microbiome masih berkembang, yaitu di masa kanak-kanak atau awal dewasa.
Penemuan ini bisa membuka jalan untuk strategi pencegahan baru. Program skrining mungkin perlu berfokus pada orang dewasa muda yang memiliki strain bakteri berisiko tinggi ini, dengan menggunakan tes tinja untuk mendeteksi gen colibactin. Selain itu, diet tinggi serat dan rendah makanan terproses mungkin membantu memperbaiki microbiome usus yang lebih sehat.
Meskipun penelitian ini menjadi langkah maju, masih banyak pertanyaan yang tersisa, seperti mengapa beberapa orang membawa bakteri penghasil colibactin namun tidak pernah mengembangkan kanker. Apa pun itu, baik genetik maupun gaya hidup kita tampaknya berinteraksi rumit, termasuk dengan dunia mikroba dalam tubuh kita. Gambaran baru tentang kanker sebagai penyakit mikroba dapat mengubah cara kita berpikir tentang pencegahan di masa depan.
Kanker kolorektal pada orang muda menunjukkan peningkatan yang mencolok, dengan bakteri usus berperan sebagai salah satu faktor risiko. Temuan yang mengaitkan colibactin dengan mutasi DNA dalam tubuh ini bisa membuka peluang untuk strategi pencegahan baru. Dengan diet lebih sehat dan skrining bagi kelompok berisiko, harapan untuk menurunkan angka kejadian kanker ini mungkin semakin dekat.
Sumber Asli: theconversation.com