Dampak Penggunaan Kompor Gas Terhadap Risiko Kanker di Rumah

Penggunaan kompor gas di rumah bisa meningkatkan risiko kanker, khususnya leukemia akibat paparan benzena. Studi menunjukkan dampak ini di rumah yang kecil atau tidak berventilasi. Langkah-langkah seperti beralih ke kompor listrik dan meningkatkan ventilasi sangat dianjurkan.

Studi terbaru menunjukkan bahwa penggunaan kompor gas di rumah dapat meningkatkan risiko kanker, lebih dari yang diperkirakan sebelumnya. Hasil model menunjukkan bahwa kompor gas yang menghasilkan benzena dapat menyebar ke seluruh rumah, meningkatkan risiko kanker, terutama di tempat tinggal yang kecil atau tidak berventilasi.

Gas stoves di AS umumnya menggunakan propane atau gas alam dan menghasilkan zat berbahaya seperti nitrogen dioksida, formaldehid, dan yang lebih mengkhawatirkan, benzena. Paparan kronis benzena diketahui dapat menyebabkan leukemia, dan dalam studi yang dimuat di Journal of Hazardous Materials ini, para peneliti mengeksplorasi risiko kesehatan dari paparan itu.

Konstruksi rumah yang lebih baru, khususnya yang dibangun setelah tahun 2000, menunjukkan retensi benzena lebih rendah berkat kode bangunan yang lebih ketat. Namun, risiko masih ada. Lebih dari 90% waktu, orang Amerika berada di dalam ruangan yang dapat terpapar pencemaran udara dalam ruangan, dan sekitar 47 juta rumah tangga di Amerika Serikat menggunakan kompor gas, sementara di seluruh dunia jumlahnya mencapai ratusan juta.

Secara global, pada tahun 2020 terdapat 474,519 kasus leukemia baru. Di AS, diperkirakan ada 59,610 kasus dan 23,710 kematian akibat leukemia pada tahun 2023. Data ini menjadikan leukemia salah satu penyebab utama kematian akibat kanker.

Sedikit informasi mengenai benzena: WHO mengklasifikasikannya sebagai zat yang tidak aman dalam kadar apapun dan mampu menimbulkan berbagai efek buruk mulai dari sakit kepala hingga iritasi kulit. Sementara itu, di California, tingkat referensi ditetapkan pada 1 bagian per miliar. Beberapa negara juga menetapkan ambang batas outdoor yang bervariasi.

Studi ini melibatkan 6,3 juta rakyat Amerika yang menggunakan 5% kompor gas penghasil benzena tertinggi. Para peneliti menggunakan model CONTAM dari National Institute of Standards and Technology untuk mengsimulasi kualitas udara di dalam rumah dengan cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

Mereka menemukan bahwa benzena menyebar ke seluruh rumah, bahkan ke kamar tidur, merugikan kesehatan penghuninya. Dengan penggunaan kompor gas tinggi tanpa ventilasi, kadar benzena dapat melebihi ambang batas. Namun, ketika ventilasi dibuka, penurunan hingga 99% dapat terjadi.

Dengan penggunaan kompor yang lebih sedikit, risiko kanker tetap ada tapi tidak signifikan, tetapi untuk penggunaan tinggi, anak-anak mengalami peningkatan risiko hingga 16 kali lipat. Untuk anak-anak, karena mereka lebih cepat bernapas, ini meningkatkan penumpukan benzena dalam tubuh mereka.

Dari estimasi, menggunakan kompor gas dengan tinggi tanpa ventilasi bisa menyebabkan tambahan antara 16 hingga 69 kasus leukemia setiap tahun. Studi ini menekankan pentingnya intervensi untuk mengurangi risiko kesehatan dari paparan benzena yang berasal dari kompor gas ini, khususnya pada rumah-rumah kecil atau yang kurang ventilasi.

Para peneliti merekomendasikan untuk beralih ke kompor listrik atau induksi, membuka jendela lebih lama atau menggunakan hood yang efisien saat memasak. Penemuan ini bisa menjadi dasar untuk tindakan kebijakan yang lebih luas guna menangani masalah ini secara global, terutama di kawasan dengan tingkat benzena yang tinggi di luar rumah.

Hasil studi ini menggarisbawahi pentingnya mengurangi paparan benzena yang dapat berasal dari penggunaan kompor gas di rumah. Dengan risiko kanker yang meningkat, terutama di rumah yang kecil dan tidak berventilasi dengan baik, langkah-langkah seperti mengganti kompor dan meningkatkan ventilasi sangat direkomendasikan. Ini adalah langkah penting untuk memperbaiki kesehatan masyarakat.

Sumber Asli: www.news-medical.net

About Chloe Kim

Chloe Kim is an innovative journalist known for her work at the intersection of culture and politics. She has a vibrant career spanning over 8 years that includes stints in major newsrooms as well as independent media. Chloe's background in cultural studies informs her approach to reporting, as she amplifies stories that highlight diverse perspectives and experiences. Her distinctive voice and thought-provoking articles have earned her a loyal following.

View all posts by Chloe Kim →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *