Terapi Sel CAR-T Sebabkan Gangguan Kognitif, Temuan Stanford Medicine

Penelitian oleh Stanford Medicine menemukan bahwa terapi sel CAR-T dapat menyebabkan gangguan kognitif ringan, dikenal sebagai “brain fog.” Studi ini, yang dilakukan di tikus, menunjukkan adanya mekanisme serupa dengan efek dari kemoterapi dan infeksi pernapasan. Usulan perawatan untuk mengatasi masalah ini tampaknya menjanjikan, dengan harapan untuk aplikasi pada manusia secepatnya.

Terapi sel CAR-T, yang dirancang untuk mengatasi kanker, belakangan ini mengungkapkan efek samping yang kurang menguntungkan, yang dikenal sebagai “brain fog”—sejenis lupa serta kesulitan konsentrasi. Studi yang diketuai Stanford Medicine menunjukkan bahwa terapi ini memang menyebabkan gangguan kognitif ringan, dan hal ini tampaknya terpisah dari efek pengobatan lain. Penelitian ini, sebagian besar dilakukan pada tikus, diharapkan dapat menawarkan solusi untuk masalah ini.

Menurut Michael Monje, MD, PhD, dari Stanford, “Terapi sel CAR-T sangat menjanjikan; kita sudah melihat pasien kanker agresif bertahan hidup lebih lama berkat pengobatan ini, yang sebelumnya mungkin tidak tertolong.” Monje menekankan pentingnya memahami semua efek jangka panjang terapi ini, termasuk gangguan kognitif terkait imunoterapi.

Studi ini dipimpin oleh Anna Geraghty, PhD, serta mahasiswa MD/PhD Lehi Acosta-Alvarez. Biasanya, cacat kognitif yang terjadi setelah terapi CAR-T termasuk ringan—seperti ketidakmampuan untuk berkonsentrasi—yang mana, seperti yang dijelaskan Monje, kadang tidak hilang dengan sendirinya. Penelitian di tikus menunjukkan bahwa senyawa tertentu dapat membalikkan dampak ini.

Sejak disetujui untuk leukemia limfoblastik akut pada tahun 2017, terapi CAR-T telah meluas menjadi pengobatan bagi berbagai kanker darah lain dan sedang diuji untuk tumor solid. Monje dan timnya sedang melakukan percobaan untuk terapi ini guna anak-anak dengan tumor batang otak dan sumsum tulang yang awalnya menunjukkan perkembangan yang menjanjikan.

Namun, pengukuran dampak kognitif pasca terapi CAR-T baru kini mulai dieksplorasi. Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana lokasi tumor mempengaruhi dampak terapi pada kemampuan kognitif. Dengan menggunakan tes standar sebelum dan sesudah perawatan, peneliti mengevaluasi kognisi tikus yang telah diberikan terapi CAR-T.

Hasilnya, terapi CAR-T menyebabkan gangguan kognitif ringan pada tikus dengan tumor yang bersumber dari semakin parah, serta yang tidak terkait dengan otak. Satu-satunya tikus yang tidak mengalami masalah adalah mereka yang menderita kanker tulang dengan sedikit peradangan tambahan.

Michelle Monje menambahkan, “Ini adalah studi pertama yang menunjukkan bahwa imunoterapi sendiri cukup untuk menyebabakan gejala kognitif yang berlanjutan.” Penelitian membuktikan bahwa mikroglia—sel kekebalan di otak—memainkan peranan besar dalam masalah ini dengan merangsang pro-inflamasi, yang kemudian mengganggu fungsi normal sel-sel oligodendrosit di otak.

Dalam mencari solusi, peneliti pertama mengurangi mikroglia dalam otak tikus dan kemudian melihat fungsi kognisi pulih. Selain itu, mereka juga menguji obat yang memblokir sinyal berbahaya bagi sel, dan hasilnya juga menunjukkan pemulihan kognisi. Monje berharap metode ini dapat diterapkan untuk manusia dalam waktu dekat.

“Penelitian ini menunjukkan prinsip bersatu di balik sindrom brain fog,” kata Monje. Ini akan memandu upaya terus menerus untuk merancang perawatan yang lebih efektif untuk pasien. Penelitian ini melibatkan kolaborasi dengan institusi lain dan didukung oleh berbagai lembaga pendanaan.

Dengan dukungan dari banyak institusi, termasuk Howard Hughes Medical Institute dan National Cancer Institute, diharapkan bahwa perhatian terhadap dampak kognitif dari terapi ini akan terus ditingkatkan.

Dengan kesibukan yang berlangsung, penelitian lebih mendalam tentang terapi sel CAR-T dan pengaruhnya onkologi diharapkan bisa membantu banyak pasien di masa mendatang.

Penelitian ini mengungkap bahwa terapi sel CAR-T tidak hanya efektif melawan kanker tetapi juga dapat menyebabkan gangguan kognitif ringan yang tak bisa diabaikan. Metode yang diusulkan untuk mengatasi masalah ini dapat menyediakan jalan cepat untuk perbaikan terapi, sekaligus menunjukkan betapa pentingnya pemahaman menyeluruh tentang efek jangka panjang imunoterapi.

Sumber Asli: www.eurekalert.org

About Chloe Kim

Chloe Kim is an innovative journalist known for her work at the intersection of culture and politics. She has a vibrant career spanning over 8 years that includes stints in major newsrooms as well as independent media. Chloe's background in cultural studies informs her approach to reporting, as she amplifies stories that highlight diverse perspectives and experiences. Her distinctive voice and thought-provoking articles have earned her a loyal following.

View all posts by Chloe Kim →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *