Studi dari Ludwig Cancer Research menunjukkan bahwa cairan asites dalam kanker ovarium menyabotase sel imun, terutama sel NK, dengan meningkatkan kadar lipid yang berpengaruh negatif pada respon imun. Menargetkan lipid bisa jadi strategi untuk meningkatkan terapi imun.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Ludwig Cancer Research memberikan wawasan baru tentang bagaimana kanker ovarium lanjut mempengaruhi respon imun tubuh. Penelitian ini, yang dipimpin oleh Lydia Lynch dari Ludwig Princeton, diungkapkan dalam edisi terbaru Science Immunology. Penemuan ini menunjukkan bahwa cairan asites—yang dihasilkan dalam jumlah besar saat kanker menyebar—mengganggu sel limfosit sitotoksik, jenis sel imun yang bertugas membunuh sel kanker.
“Walaupun cairan asites sudah lama dikenal sebagai bersifat imunosupresif, belum jelas apa yang menyebabkannya,” jelas Lynch. Di dalam penelitian, ditemukan bahwa lemak tertentu dalam jumlah tinggi, ditemukan dalam cairan asites, merusak tiga jenis limfosit sitotoksik: sel pembunuh alami (NK), sel T, dan sel T bawaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa pengimporan lipid oleh sel NK berkontribusi pada disfungsi yang terjadi dan bisa jadi ini adalah target potensial untuk terapi imun kanker ovarium.
Di sisi lain, lebih dari 70 persen wanita yang didiagnosis mengalami kanker ovarium serosa tinggi (HGSOC) dalam stadium metastatik. Ini berimplikasi pada tingkat respons yang rendah—hanya 10-15% pasien HGSOC yang merespons terhadap terapi imun. NK sel, yang juga dapat menyerang tumor, biasanya memiliki fungsi lebih umum dibandingkan sel T dalam menyerang sel kanker.
Dalam penelitian ini, Lynch bersama rekan-rekannya, termasuk penulis utama Karen Slattery dan penulis senior Marcia Haigis, menemukan bahwa semua subtipe limfosit sitotoksik yang diisolasi dari tumor menunjukkan penurunan fungsi, terutama dalam produksi perforin dan granzim B, dua molekul penting bagi pembunuhan sel kanker.
Selanjutnya, para peneliti mencoba mencari tahu penyebab disfungsi sel NK. Analisis menyeluruh terhadap metabolit dalam cairan asites dari pasien HGSOC yang belum diobati menunjukkan bahwa cairan ini kaya nutrisi yang penting, namun juga lemak. Setelah meneliti potensi penyebab lain, mereka memastikan bahwa lemak menjadi faktor utama yang memperburuk fungsi sel imun.
Penemuan penting lainnya adalah bahwa sel NK terperangkap dalam lonjakan jenis lemak tertentu yang dikenal sebagai phosphatidylcholine (36:1), sampai-sampai mereka tidak mampu memproses lemak dengan baik. Akibatnya, mereka kekurangan glukosa dan asam amino, yang sangat penting, dan ini memengaruhi kemampuan mereka untuk memproduksi faktor imun.
Meskipun menyedihkan, menemukan bahwa mengosongkan lipid dari asites bisa mengembalikan kemampuan sel NK sangat memperlihatkan harapan. Dengan mengurangi lemak, para peneliti melihat peningkatan signifikan dalam kemampuan sel NK untuk membunuh sel-sel kanker. Selain itu, sel limfosit sitotoksik lainnya juga menunjukkan tanda-tanda perbaikan.
Sebagai langkah lanjutan, peneliti juga menemukan transporter lipid, SCARB1, yang berperan penting dalam disfungsi sel NK saat terkena cairan asites. Menghalangi pengambilan lipid oleh SCARB1 menunjukkan potensi memperbaiki fungsi sitotoksik sel NK bahkan dalam kondisi asites yang tidak menguntungkan.
Penelitian ini mengungkapkan bagaimana cairan asites dalam kanker ovarium dapat merusak respons imun dengan mengganggu sel NK dan sel imun lainnya. Temuan tentang peran lipid dan potensi penghalang pengimporan lipid bisa membuka jalan untuk terapi imun baru. Menjaga fungsi sel imun mungkin saja meningkatkan efektivitas terapi terhadap kanker ovarium.
Sumber Asli: www.news-medical.net