Penerbangan Bawah 35 Ribu Kaki Diduga Ganggu Perbaikan DNA Pramugari

Sebuah studi menemukan bahwa pekerja penerbangan, khususnya pramugari, mungkin menghadapi risiko lebih tinggi terhadap kanker akibat gangguan pada perbaikan DNA terkait dengan penerbangan. Paparan terhadap radiasi dan stres lain menjadi faktor penyebabnya. Penelitian ini menunjukkan adanya potensi dampak negatif perjalanan udara terhadap kesehatan yang memerlukan perhatian lebih lanjut.

Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa pekerja di bidang penerbangan, khususnya pramugari, mungkin mengalami gangguan pada kemampuan perbaikan DNA dan fungsi kekebalan mereka akibat terbang di ketinggian. Fokus utama penelitian ini, yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports, adalah untuk memahami bagaimana perjalanan udara dapat memengaruhi stabilitas genetik pramugari dan menimbulkan kekhawatiran tentang risiko kesehatan, termasuk kanker.

Ketika pramugari berada dalam pesawat, mereka terpapar radiasi kosmik dan racun dari udara kabin. Hal ini, ditambah dengan faktor stres lain seperti interaksi yang penuh tantangan dengan penumpang, menambah beban kerja mereka. Berbagai studi epidemiologi menunjukkan bahwa mereka berisiko lebih tinggi terhadap kanker payudara, kulit, serta limfoma non-Hodgkin. Namun, hubungan pasti antara paparan di penerbangan dan kesehatan masih belum sepenuhnya dipahami.

Beberapa penelitian sebelumnya menegaskan bahwa paparan agen perusak DNA, baik dari lingkungan maupun pekerjaan, dapat menyebabkan stres transkripsi, kematian sel, dan ketidakstabilan genetik. Risiko ini makin meningkat dengan adanya respons peradangan dari tubuh, yang menghasilkan spesies oksigen reaktif. Berbagai mekanisme perbaikan DNA yang normal harusnya melindungi genom, namun jika jalur-jalur tersebut terganggu, maka risiko terjadinya berbagai penyakit termasuk kanker pun meningkat.

Dalam studi ini, para peneliti ingin mengevaluasi dampak perjalanan udara terhadap kerusakan dan perbaikan DNA pramugari. Mereka mengumpulkan sampel darah pramugari sebelum dan setelah penerbangan. Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan metode canggih untuk menganalisis kemampuan perbaikan DNA dalam situasi tertentu. Sampel diambil dari Bandara Internasional Logan di Boston sebelum keberangkatan dan setelah mendarat, dengan waktu berbeda antara keberangkatan dan kembalinya, tergantung pada jadwal penerbangan individu.

Proses penelitiannya melibatkan sembilan pramugari, terdiri dari tiga pria dan enam wanita yang tidak merokok. Dengan rentang usia antara 24 hingga 64 tahun, masa kerja mereka di bidang penerbangan bervariasi dari dua hingga 41 tahun. Peneliti menemukan bahwa paparan mutagenik dapat berkaitan dengan perubahan pada jumlah sel darah dan peningkatan respons kekebalan pasca penerbangan. Meskipun tidak ada perbedaan dramatis dalam jumlah sel darah antara sampel sebelum dan sesudah penerbangan, pengamatan menunjukkan bahwa ada peningkatan limfosit yang jelas setelah terbang, mengindikasikan adanya respons inflamasi.

Penelitian ini mencatat keragaman dalam laju perbaikan DNA di sampel darah pasca penerbangan, di mana beberapa individu menunjukkan pemulihan lebih lambat. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseragaman dalam respons individu terhadap paparan yang terjadi selama penerbangan. Peneliti juga mengamati bahwa mampu memperbaiki kerusakan DNA dengan efisien adalah krusial untuk kesehatan jangka panjang pramugari. Sayangnya, studi ini memiliki keterbatasan dalam jumlah peserta, yang membuat hasilnya harus diinterpretasikan dengan hati-hati.

Ke depan, penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar diharapkan bisa mengonfirmasi temuan ini dan membantu merumuskan kebijakan yang tepat untuk melindungi kesehatan pramugari dari risiko yang tidak perlu. Penelitian awal ini sudah memberikan gambaran penting tentang bagaimana perjalanan udara bisa berdampak buruk pada kesehatan DNA dan immunitas pramugari.

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pramugari yang sering terbang mungkin mengalami gangguan pada kemampuan perbaikan DNA dan peningkatan risiko kesehatan, termasuk kanker, akibat paparan di udara. Meskipun keterbatasan jumlah peserta membuat hasilnya perlu diambil secara hati-hati, temuan ini menyoroti perlunya penelitian lebih lanjut dan kebijakan perlindungan kesehatan yang lebih baik bagi pramugari.

Sumber Asli: www.news-medical.net

About Jasper Nguyen

Jasper Nguyen is a highly respected journalist with a decade-long career focused on economics and technology. His growth as a reporter began at a local newspaper, where he honed his skills in storytelling and investigative techniques. Now, he regularly contributes insightful articles to major news platforms, analyzing the impact of technology on modern society. Recognized for his clear and accessible writing style, Jasper engages a wide array of readers from various backgrounds.

View all posts by Jasper Nguyen →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *