Sebuah studi baru menunjukkan bahwa tes darah berbasis whole-genome sequencing (WGS) mampu mendeteksi kanker kepala dan leher terkait HPV (HPV+ HNSCC) dengan akurasi lebih tinggi dibandingkan metode yang ada, mencapai sensitivitas 98,7% dan spesifisitas 98,6%. Dengan kemampuan untuk mendeteksi kanker lebih awal, ini berpotensi mengubah cara kita melakukan skrining dan diagnosa.
Di AS, jumlah kasus karsinoma sel skuamosa kepala dan leher terkait HPV (HPV+ HNSCC) terus meningkat. Peneliti kini sedang berupaya keras untuk mengembangkan metode yang dapat mendeteksi kanker ini lebih awal, saat paling mudah diobati. Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Clinical Care Research menunjukkan hasil yang menjanjikan: tes darah berbasis whole-genome sequencing (WGS) untuk mendeteksi DNA tumor HPV sirkulasi (ctHPVDNA) memiliki sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi diagnostik yang jauh lebih baik dibandingkan metode saat ini.
Sebagian besar karsinoma orofaring di AS, sekitar 70%, disebabkan oleh HPV, dan jumlahnya meningkat lebih cepat dibandingkan kanker kepala dan leher lainnya. Saat ini, tidak ada tes skrining yang disetujui untuk deteksi dini HPV+ HNSCC. Dua biomarker darah yang paling banyak diteliti—antibodi HPV (HPV Ab) dan ctHPVDNA—menunjukkan potensi, tetapi memiliki keterbatasan yang mencegah penggunaannya secara lebih luas. Misalnya, antibodi dapat muncul di aliran darah bertahun-tahun sebelum tumor terbentuk, sementara metode pendeteksian ctHPVDNA yang ada tidak mampu mengidentifikasi kadar DNA virus yang rendah pada kanker stadium awal.
Peneliti kemudian mengembangkan pendekatan baru yang disebut HPV-DeepSeek, memanfaatkan WGS untuk mendeteksi ctHPVDNA. Dalam sebuah studi kasus-kontrol, 304 sampel darah diuji: 152 dari pasien baru terdiagnosis HPV+ HNSCC (kebanyakan di stadium awal) dan 152 kontrol sehat. Mereka membandingkan HPV-DeepSeek dengan beberapa metode deteksi lain, termasuk dua jenis droplet digital PCR (ddPCR) dan tes antibodi HPV multiplex, serta membandingkan semua metode dengan diagnosa klinis standar berbasis biopsi jaringan.
Hasilnya sangat mencolok. HPV-DeepSeek meraih sensitivitas dan spesifisitas 98,7%, hampir secara akurat mengidentifikasi seluruh kasus kanker tanpa menghasilkan hasil positif palsu pada individu yang tidak menderita kanker. Sebaliknya, ddPCR tunggal menunjukkan sensitivitas 94,2% dan spesifisitas 98,6%, sementara ddPCR multiplex sedikit lebih rendah (sensitivitas 90,6%, spesifisitas 96,3%). Tes HPV Ab mencatat sensitivitas 86,4% dan spesifisitas 96,3%.
Meski peneliti mencoba menggabungkan HPV-DeepSeek dengan tes antibodi, akurasi diagnostik tidak meningkat dari yang dicapai oleh WGS sendiri. “Kekuatan diagnostik WGS sudah sangat tinggi sehingga menambahkan penanda lain tidak memberi manfaat tambahan,” kesimpulan ini dikeluarkan oleh para peneliti.
Keunggulan dari pendekatan WGS ini juga berlaku di pasien dengan stadium I, di mana alat skrining harus paling efektif. Tim peneliti memodelkan bagaimana setiap tes akan berfungsi sebagai alat skrining tingkat populasi untuk pria usia 55 hingga 74 tahun, kelompok paling berisiko untuk HPV+ HNSCC. HPV-DeepSeek hanya memerlukan 2.903 pria untuk skrining guna mendeteksi satu kanker, yang merupakan angka terendah yang dibutuhkan untuk skrining (NNS).
Selain itu, peneliti juga menyelidiki apakah HPV-DeepSeek dapat memberikan informasi mengenai prognosis dan tahap penyakit. Dengan menggunakan machine learning, mereka mengintegrasikan data dari tes darah untuk memperkirakan tahap kanker dengan akurasi 87%. Metode WGS juga berhasil mengidentifikasi penanda genomik yang berhubungan dengan penyakit lebih agresif, seperti mutasi PIK3CA dan kejadian integrasi genom HPV.
Keputusan penting lainnya adalah, HPV-DeepSeek bisa menentukan genotipe HPV spesifik 50% lebih sering dibandingkan dengan metode standar klinis. Precisi tambahan tersebut dapat lebih memperhalus diagnosis dan memperbaiki stratifikasi pasien untuk perawatan dan tindak lanjut.
Dengan kata lain, temuan ini menunjukkan potensi besar dari HPV-DeepSeek sebagai alat yang kuat untuk skrining dan diagnosis HPV+ HNSCC hanya dengan menggunakan sampel darah sederhana. Sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, bahkan pada tahap awal penyakit, menjadikannya kandidat kuat untuk uji klinis mendatang.
Deteksi lebih awal juga berpotensi membantu pasien menghindari rejimen pengobatan yang lebih intensif. Ini karena HPV+ HNSCC seringkali baru terdeteksi setelah menyebar ke kelenjar getah bening. Menemukan kanker lebih awal bisa memperbesar kemungkinan pengobatan yang lebih sederhana, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi biaya perawatan.
Namun, seperti teknologi diagnostik baru lainnya, studi lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas biaya dan cara terbaik untuk mengimplementasikannya secara populasi. Terlepas dari itu, potensi dari pendekatan berbasis WGS ini cukup jelas: cara yang lebih akurat, lebih awal, dan kurang invasif untuk mendeteksi salah satu kanker dengan pertumbuhan tercepat di AS.
Secara keseluruhan, tes darah HPV-DeepSeek menunjukkan hasil menjanjikan untuk deteksi dini kanker kepala dan leher terkait HPV. Metode ini unggul dalam hal sensitivitas dan spesifisitas, serta dapat membantu mengidentifikasi kanker lebih awal, yang bisa mengurangi kebutuhan akan prosedur biopsi invasif. Jika berhasil melalui studi lebih lanjut, ini berpotensi menjadi terobosan bagi skrining kanker yang lebih baik di masyarakat.
Sumber Asli: www.insideprecisionmedicine.com