Peneliti di NIT-R buka jalan baru untuk deteksi kanker payudara dengan biosensor berbasis semikonduktor. Ini menjanjikan deteksi yang lebih cepat, sederhana, dan hemat biaya, ditujukan untuk mengatasi lonjakan kasus kanker di India.
ROURKELA: Penelitian terbaru dari Institut Teknologi Nasional Rourkela (NIT-R) berpotensi besar dalam mendeteksi kanker payudara lebih awal. Penemuan ini berupa teknologi deteksi kanker yang lebih mudah, cepat, dan terjangkau. Tim peneliti yang dipimpin oleh Prof. Prasanna Kumar Sahu dari jurusan teknik elektro, bersama dengan mahasiswanya, Priyanka Karmakar, berhasil mengembangkan biosensor berbasis perangkat semikonduktor melalui simulasi komputer.
Teknologi anyar ini tidak memerlukan prosedur laboratorium yang rumit dan mahal, namun mampu mengidentifikasi sel kanker payudara dengan akurasi tinggi. Di Indonesia sendiri, angka kasus kanker payudara terus meningkat, sementara gejala awal penyakit seringkali tidak terlihat. Pengujian seperti mammografi, X-ray, dan MRI sangat bergantung pada perangkat yang mahal dan tenaga medis terlatih, yang sering kali menjadi kendala bagi masyarakat ekonominya kurang mampu.
Sahu menjelaskan, teknologi ini memanfaatkan sifat fisik dari sel-sel kanker untuk mendeteksi keberadaan mereka. Jaringan kanker payudara memiliki lebih banyak kandungan air dan kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan jaringan sehat, sehingga berinteraksi berbeda dengan radiasi mikrogelombang. Perbedaan-perbedaan ini, yang dikenal sebagai properti dielektrik, membuat perbedaan antara sel sehat dan sel kanker menjadi jelas.
Mereka menerapkan transistor efek medan terowongan (TFET) dalam teknologi ini. TFET memiliki beragam aplikasi, dan Sahu serta Karmakar memutuskan untuk menggunakan TFET sebagai detektor yang sensitif terhadap bahan-bahan biologis. Di laboratorium penelitian nano di NIT-R, mereka menggunakan perangkat lunak TCAD untuk merancang TFET dengan modifikasi struktural dan karakteristik yang diperlukan, serta menguji seluruh parameternya.
Pada percobaan itu, mereka membuat rongga kecil pada transistor dan menempatkan bahan sel biologis di dalam rongga tersebut untuk menguji sensitivitas perangkat. “Sensor kemudian membaca perubahan sinyal listrik berdasarkan sifat sampel, pada dasarnya ‘merasakan’ apakah sel-sel tersebut kanker atau sehat. Karena sel kanker seperti T47D memiliki konstanta dielektrik yang lebih tinggi dibanding yang sehat seperti MCF-10A, sensor dapat mendeteksi perbedaan ini dengan cepat dan presisi,” ujarnya.
Namun, ada tantangan tersendiri karena keterbatasan India dalam merancang dan memproduksi perangkat nano. “Teknologinya ada, tetapi prototipe-nya belum ada. Kami sedang menjajaki kolaborasi potensial untuk memproduksi dan memvalidasi teknologi yang dikembangkan ini,” tambahnya.
Sahu juga menekankan bahwa biosensor yang diusulkan tersebut akan memiliki ukuran di bawah 100 nanometer, dan hanya sedikit perusahaan teknologi asing seperti Intel, IBM, dan Motorola yang mampu merancang serta memproduksi perangkat nano semacam itu.
Penelitian di NIT-R ini menawarkan solusi baru untuk deteksi kanker payudara yang lebih cepat dan terjangkau, di tengah meningkatnya kasus kanker di negara ini. Walau tantangan dalam pengembangan prototipe tetap ada, potensi kolaborasi bisa menjadi kunci bagi penerapan teknologi ini.
Sumber Asli: www.newindianexpress.com