Model Radiomik Berbasis MRI Dapat Menentukan Status HER2 pada Kanker Payudara

Model MRI berbasis radiomik untuk peningkatan deteksi status HER2 kanker payudara.

Studi terbaru menunjukkan bahwa model radiomik berbasis MRI dapat dengan akurasi tinggi menentukan status HER2 pada kanker payudara. Penelitian ini mengusulkan pendekatan non-invasif yang dapat memperbaiki pengelolaan kanker dan membantu dalam pengambilan keputusan terapi yang lebih tepat. Penggabungan teknik MRI memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan metode tradisional.

Sebuah studi yang diterbitkan pada 1 Juni di Magnetic Resonance Imaging mengungkapkan bahwa model radiomik berbasis MRI dapat menjadi biomarker non-invasif yang meningkatkan pengelolaan kanker payudara. Tim yang dipimpin oleh Yuntai Cao, MD, dari Rumah Sakit Afiliasi Universitas Qinghai di Xining, China, menemukan bahwa model penggabungan radiomik intratumoral-peritumoral ini menunjukkan akurasi diagnostik tinggi untuk menentukan status HER2 positif atau negatif pada kanker payudara.

Cao dan timnya menggarisbawahi bahwa “model ini tidak hanya memberikan biomarker pencitraan yang dapat diandalkan… tetapi, yang lebih penting, hasil prediktifnya bisa langsung memandu pemilihan strategi pengobatan klinis, sehingga meningkatkan diagnosis dan pengobatan kanker payudara menuju pendekatan yang lebih presisi dan individual.” Penentuan status HER2 sangat penting untuk menentukan pengobatan yang tepat bagi pasien kanker payudara.

Metode klinis saat ini untuk menilai status HER2 bersifat invasif, dengan hasil yang sering kali terlambat dan terbatas dalam hal jangkauan pengambilan sampel. Dengan demikian, Cao dan rekan-rekannya meneliti bagaimana metode MRI multiparametrik dapat membantu memprediksi status HER2. Mereka mengintegrasikan fitur-fitur radiomik intratumoral dan peritumoral untuk membangun model radiomik MRI multiparametrik.

Model ini menggunakan beberapa teknik MRI, termasuk dynamic contrast-enhanced MRI (DCE-MRI), diffusion-weighted imaging (DWI), dan T2-weighted fat-suppressed imaging (T2WI). Penelitian ini menggunakan dataset retrospektif dari 266 wanita untuk pelatihan dan validasi di dua pusat. Pusat pertama mencakup 199 wanita yang dibagi dalam set pelatihan (n = 140) dan set validasi (n = 59), sedangkan pusat kedua mencakup 67 wanita dalam set uji eksternal.

Tim peneliti menggunakan 3D Slicer untuk secara manual melakukan segmentasi batas tumor pada pemeriksaan MRI untuk menentukan volume intratumoral, yang kemudian diperluas 3 mm untuk menghasilkan daerah peritumoral. Mereka mengekstraksi fitur radiomik ini untuk melatih delapan model random forest. Dari kedelapan model tersebut, model penggabungan radiomik intratumoral dan peritumoral yang melibatkan semua teknik MRI menunjukkan kemampuan prediksi HER2 terbaik, jauh lebih unggul dibandingkan model parameter tunggal atau model satu wilayah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ini merupakan basis pencitraan yang dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan pengobatan yang lebih individual. “Jika dibandingkan dengan model intratumoral, model multi-parametrik menunjukkan perbaikan sebesar 11,23%, 9,15%, dan 16,14% pada ketiga dataset,” tulis penulis studi.

Penulis menambahkan, temuan ini mengonfirmasi nilai biologis independen dari daerah peritumoral dalam memprediksi subtipe molekuler kanker payudara. Selain itu, hasil penelitian ini memberikan bukti penting untuk penelitian radiomik multi-parametrik di masa depan. Untuk akses penuh studi ini, silakan kunjungi tautan yang disediakan.

Model penggabungan radiomik berbasis MRI menunjukkan potensi besar dalam menentukan status HER2 pada kanker payudara. Ini mengatasi kelemahan dari metode diagnostik klinis yang ada dengan memberikan biomarker non-invasif, meningkatkan akurasi diagnosis, dan menawarkan panduan untuk pengobatan yang lebih individual. Temuan ini tidak hanya menegaskan pentingnya pendekatan multi-parametrik, tetapi juga menunjang penelitian lebih lanjut di bidang radiomik.

Sumber Asli: www.auntminnie.com

About Malik Johnson

Malik Johnson is a distinguished reporter with a flair for crafting compelling narratives in both print and digital media. With a background in sociology, he has spent over a decade covering issues of social justice and community activism. His work has not only informed but has also inspired grassroots movements across the country. Malik's engaging storytelling style resonates with audiences, making him a sought-after speaker at journalism conferences.

View all posts by Malik Johnson →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *