Dexamethasone, obat anti-inflamasi, dapat menekan sistem kekebalan tubuh terhadap kanker otak dan efeknya bertahan lama. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan obat ini harus dievaluasi ulang agar tidak menghambat respon imun yang diperlukan dalam pengobatan kanker.
Peneliti dari Universitas McGill dan Broad Institute menemukan bahwa obat anti-inflamasi yang umum digunakan, dexamethasone, menekan respon sistem kekebalan terhadap kanker otak. Dengan menganalisis data transkriptomik sel tunggal dan spasial dari 85 tumor otak, mereka menunjukkan bahwa efek penekanan ini dapat bertahan selama berbulan-bulan setelah dosis diberikan. Temuan ini dapat membantu mengembangkan strategi lebih efektif untuk mengelola peradangan terkait kanker di otak serta meningkatkan terapi imun.
Publikasi di jurnal Nature berjudul “Programs, origins and immunomodulatory functions of myeloid cells in glioma” menjelaskan bagaimana sel-sel myeloid memengaruhi respons kekebalan terhadap glioma, tumor yang berkembang di otak atau sumsum tulang belakang. Sel myeloid yang terkait tumor dapat mengubah keadaan molekuler sel ganas dan mengatur sel T yang menyusup tumor.
Data studi menunjukkan organisasi konsisten sel dalam kanker otak, di mana setiap jenis sel myeloid berlokasi di area spesifik berdasarkan perannya. Penelitian mengidentifikasi dua jenis sel myeloid imunosupresif, yang menunjukkan efek penekanan imun lebih signifikan pada pasien diobati dengan dexamethasone dibandingkan yang tidak. Efek tersebut meningkat seiring dengan dosis obat yang lebih tinggi.
Peneliti juga menemukan bahwa sel myeloid non-imunosupresif dapat menjadi imun supresif setelah terpapar dexamethasone, dan efek tersebut bertahan dalam waktu lama. Pembengkakan akibat kanker otak dapat berakibat serius jika tidak ditangani dengan baik, tetapi perlu adanya pertimbangan dalam penggunaan dexamethasone.
Temuan penelitian menyimpulkan bahwa dexamethasone, meskipun bermanfaat untuk mengurangi pembengkakan akibat kanker otak, dapat memperlemah sistem kekebalan tubuh pasien dalam jangka panjang. Ini menimbulkan pertanyaan bagi dokter mengenai perlunya penggunaan obat ini dalam setiap kasus. Penting bagi para peneliti untuk mengembangkan alternatif yang tidak menghambat respon kekebalan pasien.
Sumber Asli: www.genengnews.com