Studi Rutgers Health menunjukkan bahwa onkolog memiliki pengaruh besar terhadap keputusan perawatan pasien kanker terminal. Keputusan ini sering kali tidak selaras dengan keinginan pasien, dipengaruhi oleh kebiasaan dokter. Data menunjukkan variasi signifikan dalam penerapan pedoman klinis, dengan perbedaan berdasarkan jenis kanker, ras, dan status perkawinan.
Sebuah studi oleh Rutgers Health menunjukkan bahwa keinginan pasien kanker terminal sering kali tidak terpenuhi karena keputusan perawatan ditentukan oleh dokter onkologi. Peneliti Login S. George menekankan bahwa proses pengambilan keputusan tidak selalu berfokus pada preferensi pasien, melainkan lebih pada kebiasaan dokter dalam merawat pasien. Pedoman klinis umumnya menyarankan untuk menghentikan kemoterapi di akhir hidup, namun aplikasi keputusan ini terkadang tidak sesuai dengan preferensi pasien.
Penelitian melibatkan analisis data dari program National Cancer Institute, yang mencakup lebih dari 17.000 pasien kanker yang meninggal antara 2012 hingga 2017 dan 960 onkolog. Hasil menunjukkan bahwa pasien yang dirawat oleh onkolog dengan perilaku tinggi dalam meresepkan kemoterapi memiliki peluang 4,5 kali lebih besar untuk menerima perawatan di hari-hari terakhir hidup mereka dibandingkan dokter yang memiliki perilaku rendah. Perbedaan juga diamati berdasarkan jenis kanker dan status sosial, di mana pasien kulit hitam dan yang belum menikah memiliki odds lebih rendah dalam menerima perawatan di akhir hidup.
George berpendapat bahwa informasi ini perlu diumumkan secara publik untuk membantu pasien mendapatkan perawatan sesuai keinginan mereka. Mengadopsi pendekatan serupa dalam memilih penyedia layanan kesehatan seperti pemilihan restoran dapat memberi pasien hak untuk mengetahui kualitas dokter yang mereka pilih. Penelitian berikutnya akan fokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pasien dan klinisi dalam memilih antara perawatan kanker dan perawatan paliatif.
Studi ini menyoroti adanya kesenjangan antara keinginan pasien kanker terminal dan perawatan yang mereka terima, seringkali dipengaruhi oleh kebiasaan dokter. Informasi tentang perilaku dokter seharusnya lebih terbuka untuk membantu pasien dalam memilih perawatan yang sesuai. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami keputusan antara perawatan agresif dan perawatan hospice.
Sumber Asli: www.rutgers.edu