Peneliti UTEP telah mematenkan pyronaridine, obat anti-malaria, untuk kemungkinan penggunaan dalam terapi kanker. Penelitian menunjukkan obat ini memperlambat pertumbuhan sel kanker dan memicu kematian sel kanker tanpa merusak sel sehat. Uji coba lebih lanjut dan studi klinis diperlukan sebelum penggunaannya di pasien kanker.
Peneliti dari Universitas Texas di El Paso berhasil mendapatkan paten untuk obat anti-malaria, pyronaridine, sebagai calon terapi kanker. Penemuan ini bermula dari seminar tentang obat tersebut yang dihadiri oleh Dr. Renato Aguilera pada tahun 2017. Ia menemukan bahwa struktur molekul pyronaridine dapat efektif melawan sel kanker. Bersama mahasiswa doktoral, Paulina Villanueva, mereka melakukan penelitian mendalam dan mengungkapkan bahwa obat tersebut memperlambat replikasi sel kanker dan memicu “bunuh diri sel” dalam berbagai jenis kanker seperti leukemia dan melanoma.
Dalam penelitian mereka, Aguilera dan Villanueva menemukan bahwa pyronaridine mengganggu aktivitas enzim topoisomerase II yang penting untuk replikasi sel kanker. Obat ini tidak hanya memperlambat pertumbuhan sel kanker, tetapi juga mendorong proses “kematian sel terprogram” tanpa memengaruhi sel sehat. Aguilera menyatakan bahwa pyronaridine memiliki tiga manfaat: memperlambat pertumbuhan, memicu kematian sel, dan dampak minimal pada sel normal.
Uji coba pada hewan menunjukkan keberhasilan pyronaridine, dan sebuah studi percontohan dengan pasien terminal menunjukkan hasil yang menjanjikan. Namun, sebelum digunakan secara luas, obat ini harus melalui uji klinis untuk memastikan keselamatan dan efektivitasnya. Villanueva, yang saat ini bekerja di University of Central Florida, juga menyebutkan bahwa meskipun perjalanan penelitian masih panjang, paten ini menjadi tonggak penting untuk kemajuan di masa mendatang.
Paten pyronaridine sebagai terapi kanker menunjukkan potensi besar dalam pengobatan berbagai jenis kanker. Penelitian ini, hasil kolaborasi antara Dr. Aguilera dan mahasiswa doktoralnya, membuka jalan untuk perawatan kanker yang lebih efektif. Uji coba lebih lanjut diperlukan untuk validasi keamanan dan efektivitas penggunaan obat ini terhadap pasien.
Sumber Asli: www.news-medical.net