Kanker kolorektal adalah penyebab kematian terkait kanker yang meningkat, terutama pada individu di bawah 50 tahun. Skrining awal direkomendasikan untuk mengurangi risiko, dan kolonoskopi tetap menjadi metode utama. Inovasi seperti tes darah dan AI diharapkan dapat meningkatkan efektivitas deteksi. Gaya hidup sehat juga berkontribusi dalam pencegahan kanker kolorektal.
Kanker kolorektal merupakan penyebab kedua kematian terkait kanker terbanyak. Sementara angka kejadian kanker ini menurun pada individu di atas 50 tahun, angka ini justru meningkat pada individu yang berusia di bawah 50 tahun. Profesor Uri Ladabaum dari Stanford Cancer Institute membahas rekomendasi skrining terkini dan inovasi yang mungkin membuat tes skrining lebih akurat dan praktis.
Sebagian besar kanker kolorektal dimulai dari polip pra-kanker. Skrining berfungsi untuk mendeteksi polip agar dapat diangkat sebelum menjadi kanker dan menangkap kanker kolorektal pada tahap awal. Penurunan kasus di atas 50 tahun sebagian besar disebabkan oleh program skrining. Dengan meningkatnya kasus pada individu di bawah 50 tahun, usia skrining disarankan diturunkan menjadi 45 tahun, walau penyebab peningkatan ini masih belum diketahui.
Pola hidup sehat seperti diet tinggi serat dan membatasi konsumsi daging merah dapat membantu mengurangi risiko kanker kolorektal. Meskipun menjaga kesehatan, risiko tetap ada karena penyebab pengembangan polip yang belum diketahui. Untuk skrining, kolonoskopi dan tes berbasis tinja adalah yang paling umum digunakan. Kolonoskopi dilakukan setiap 10 tahun, sementara tes berbasis tinja dilakukan setiap satu hingga tiga tahun.
Untuk populasi berisiko tinggi, kolonoskopi direkomendasikan karena lebih sensitif dalam mendeteksi polip pra-kanker. Mereka dengan riwayat keluarga kanker kolorektal harus mulai skrining di usia 40 tahun atau 10 tahun lebih awal dari usia diagnosis pada kerabat dekat. Ladabaum juga menyebutkan minat terhadap tes tinja non-invasif untuk pasien yang telah menjalani polipektomi.
Penggunaan kecerdasan buatan (AI) juga sedang dieksplorasi untuk meningkatkan efektivitas kolonoskopi. Strategi skrining baru, termasuk tes darah, telah berkembang untuk mendeteksi penanda kanker. Tes darah pertama yang disetujui memiliki sensitivitas 83% untuk mendeteksi kanker kolorektal namun hanya 13% untuk polip advanced precancerous, menunjukkan bahwa kolonoskopi masih lebih efektif. Sementara sensitivitasnya cukup rendah, tes darah dapat menjadi pilihan bagi mereka yang tidak ingin menjalani prosedur invasif.
Ladabaum menyatakan bahwa polip pra-kanker tidak bersifat invasif sehingga mungkin tidak menimbulkan abnormalitas dalam darah. Saat ini, tes darah lebih cocok untuk pasien berisiko rata-rata dan butuh waktu untuk mengembangkan ketepatan deteksi yang memadai. Jika berhasil, ini akan merubah cara skrining kanker kolorektal, memberikan opsi lebih banyak dan non-invasif.
Skrining kanker kolorektal sangat penting untuk deteksi dini. Dengan rekomendasi yang diperbaharui untuk memulai skrining lebih awal dan penekanan pada gaya hidup sehat, pengurangan risiko dapat dicapai. Inovasi seperti tes darah dan aplikasi kecerdasan buatan memiliki potensi untuk meningkatkan hasil skrining di masa depan. Penting untuk terus mengedukasi diri dan berbicara dengan penyedia layanan kesehatan mengenai metode skrining yang paling tepat.
Sumber Asli: med.stanford.edu