Mikkael A. Sekeres, seorang onkolog, menjelaskan bahwa risiko kanker meningkat dengan konsumsi alkohol. Berbagai jenis kanker terkait dengan alkohol, meskipun ada beberapa ketidakpastian. Penelitian menunjukkan bahwa bahkan satu minuman per hari dapat meningkatkan risiko, dan konsumsi yang lebih rendah lebih baik.
Seorang onkolog dan epidemiolog kanker, Mikkael A. Sekeres, menjelaskan hubungan antara konsumsi alkohol dan risiko kanker. Walaupun tidak ada bukti bahwa satu minuman langsung menyebabkan kanker, semakin banyak Anda minum, semakin tinggi risiko kanker. Risiko tertinggi muncul pada mereka yang berhenti minum sepenuhnya, dan disarankan agar konsumsi alkohol tidak lebih dari satu hingga dua minuman per minggu.
Konsumsi alkohol terkait dengan berbagai jenis kanker, termasuk kanker mulut, tenggorokan, esofagus, payudara, usus besar, dan hati. Minimal satu minuman per hari dapat mulai meningkatkan risiko, terutama untuk kanker payudara. Namun, ada ketidakpastian untuk beberapa jenis kanker lainnya, seperti leukemia, di mana tidak jelas apakah alkohol mempengaruhi risiko.
Penelitian epidemiologi tidak dapat secara etis meminta orang untuk memulai konsumsi alkohol. Sebagian besar studi dilakukan melalui analisis kohort di mana sekelompok orang loyal diikuti sepanjang waktu. Walaupun banyak studi menunjukkan kesimpulan yang sama bahwa alkohol adalah faktor risiko untuk kanker tertentu, kelemahan dalam data ada, seperti cara orang mengingat konsumsi alkohol mereka.
Definisi dari ringan, sedang, dan beratnya konsumsi alkohol sangat bervariasi antar studi, dengan beberapa tidak membedakan antara jenis alkohol. Selain itu, faktor seperti makanan yang dikonsumsi bersamaan dengan alkohol, atau kebiasaan merokok juga mempengaruhi hasil penelitian. Semua ini berarti bahwa untuk meminimalkan risiko kanker, lebih sedikit alkohol lebih baik.
Konsumsi alkohol memiliki bukti yang cukup kuat berhubungan dengan peningkatan risiko beberapa jenis kanker. Pengurangan konsumsi alkohol disarankan untuk mengurangi risiko kanker. Setiap individu perlu menentukan batas toleransi mereka terkait risiko kanker yang dihadapi saat memutuskan seberapa banyak alkohol yang mereka konsumsi.
Sumber Asli: www.washingtonpost.com