Studi menunjukkan bahwa tes genetik meningkatkan deteksi kanker prostat penting dibandingkan penggunaan PSA dan MRI. Dengan menargetkan pria berisiko genetik tinggi, penelitian menemukan lebih banyak kanker ganas, yang sering terlewatkan oleh metode konvensional. Ini menunjukkan potensi pemprofilan genetik untuk meningkatkan penyaringan kanker prostat.
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa tes genetik dapat mendeteksi kanker prostat lebih efektif dibandingkan dengan PSA dan MRI. Penelitian ini berfokus pada pria di 10% teratas risiko genetik untuk menemukan kanker prostat ganas yang mungkin terlewatkan oleh penyaringan konvensional. Penyebaran kanker prostat global mencapai 375,000 kematian pada tahun 2020, sehingga deteksi dini menjadi krusial agar peluang bertahan hidup tinggi.
Dalam studi ini, 40,292 pria diundang untuk berpartisipasi, dan 6,393 di antaranya menjalani penilaian risiko genetik. Dari 745 peserta yang terpilih, 468 menjalani MRI dan biopsi. Akibatnya, kanker prostat terdeteksi pada 187 peserta, dengan 55.1% di antaranya memerlukan pengobatan. Menariknya, 71.8% dari kanker yang secara klinis signifikan akan terlewatkan jika hanya bergantung pada PSA dan MRI, menunjukkan nilai dari pendekatan berbasis risiko genetik.
Studi ini menyoroti bahwa kombinasi antara usia, riwayat keluarga, kadar PSA, dan hasil MRI memberikan kinerja prediksi terbaik untuk kanker signifikan. Model iCARE digunakan untuk memperkirakan risiko absolut 10 tahun, dengan mayoritas pria dalam kategori risiko genetik tinggi memiliki risiko di atas 3.8%. Hasil menunjukkan bahwa 20.8% dari kasus deteksi kanker mengalami overdiagnosis, tetapi pemantauan aktif untuk kasus risiko rendah dapat mengurangi perawatan yang tidak perlu.
Pengenalan pemprofilan risiko genetik dalam program penyaringan kanker prostat dapat memberikan penanganan yang lebih personal, mengurangi intervensi yang tidak perlu, dan menyelamatkan nyawa. Penelitian ini menunjukkan pentingnya pendekatan baru untuk meningkatkan deteksi dini kanker prostat, terutama di kalangan populasi berisiko tinggi. Namun, perlu lebih banyak penelitian untuk memperluas pendekatan ini ke populasi yang beragam dan menyesuaikan pedoman usia penyaringan.
Sumber Asli: www.news-medical.net