Tes pengambilan sampel diri yang dikirim melalui pos meningkatkan partisipasi skrining kanker serviks di antara perempuan di A.S. dengan angka partisipasi 41%. Tambahan dukungan seperti navigasi pasien meningkatkan partisipasi hingga 47%. Batasan dalam penelitian termasuk dampak COVID-19 dan tantangan pengiriman.
Sebuah studi yang dilakukan oleh para peneliti dari The University of Texas MD Anderson Cancer Center menunjukkan bahwa tes pengambilan sampel diri yang dikirim melalui pos dapat meningkatkan partisipasi skrining kanker serviks di antara perempuan yang selama ini kurang mendapat skrining di A.S. Hasil yang dipublikasikan dalam JAMA Internal Medicine mengungkapkan bahwa 41% dari mereka yang menerima tes pengambilan sampel diri dan pengingat telepon berpartisipasi dalam skrining, sementara hanya 17% dari mereka yang hanya menerima pengingat telepon.
Dengan menambahkan dukungan navigasi pasien ke dalam tes pengambilan diri dan pengingat telepon, angka partisipasi meningkat hingga 47%. Banyak perempuan, terutama yang tidak memiliki asuransi atau tinggal di daerah pedesaan serta dari komunitas yang terpinggirkan, tidak mendapatkan skrining yang diperlukan. Temuan ini menunjukkan bahwa tes pengambilan diri dapat menjadi solusi untuk meningkatkan akses dan mengurangi beban kanker serviks di A.S. “
“Hasil penelitian ini sangat menjanjikan,” kata Jane Montealegre, Ph.D, penulis utama dan profesor asosiasi Ilmu Perilaku. Pada Mei 2025, FDA menyetujui tes skrining di rumah pertama untuk kanker serviks, yang berdampak pada hampir 13.000 perempuan setiap tahunnya. Meski vaksinasi HPV dan skrining di kantor telah membantu menurunkan tingkat kanker serviks, disparitas hasil masih berlanjut terkhusus untuk perempuan kulit berwarna serta mereka yang tinggal di daerah berpenghasilan rendah.
Studi PRESTIS, yang dilakukan antara Februari 2020 dan Agustus 2023, merekrut hampir 2.500 perempuan berusia 30-65 tahun dari Houston. Kebanyakan dari mereka (94%) berasal dari populasi etnis/racial minoritas, dan 56% mendapatkan bantuan keuangan dari program publik. Ada tiga pendekatan intervensi skrining yang diberikan, termasuk pengingat telepon dan pengiriman tes pengambilan diri. Data partisipasi skrining diambil setelah enam bulan.
Peneliti menemukan bahwa lebih dari 80% perempuan dalam kelompok pengambilan diri mengembalikan alat tes mereka, menunjukkan preferensi dan kesesuaian metode ini dalam populasi pasien tersebut. “Saat tes pengambilan diri tersedia di A.S., penting untuk mengumpulkan data guna memahami cara pengeluaran yang tepat,” Montealegre menambahkan.
Langkah selanjutnya bagi para peneliti adalah bagaimana mengintegrasikan tes HPV pengambilan diri di berbagai pengaturan kesehatan primer. Namun, ada beberapa batasan dalam studi ini, seperti dampak pandemi COVID-19, alasan yang tidak jelas untuk penolakan partisipasi, dan kendala pengiriman alat tes ke rumah. Selain itu, penelitian ini tidak mengevaluasi perbedaan jenis janji temu lanjutan yang diperlukan jika pasien positif HPV.
Studi ini didukung oleh hibah dari National Institutes of Health, termasuk National Institute for Minority Health dan National Cancer Institute.
Studi ini menemukan bahwa pengiriman alat tes skrining kanker serviks melalui pos bisa meningkatkan partisipasi perempuan yang kurang tersaring. Dengan dukungan tambahan seperti navigasi pasien, tingkat partisipasi masih dapat ditingkatkan. Diperlukan penelitaan lebih lanjut mengenai penerapan metode ini di pengaturan primer dan bagaimana cara mengatasi tantangan yang ada. Dengan harapan, penggunaan metode ini dapat mengurangi angka kasus kanker serviks di AS.
Sumber Asli: www.news-medical.net