Bagaimana Red Tape Asuransi Mengancam Perawatan Kanker Tepat Waktu

Ribbons symbolizing cancer awareness, entwined with barriers like chains, showcasing challenges in care access.

Studi terbaru menemukan bahwa persyaratan otorisasi asuransi menghalangi akses pasien kanker pada terapi yang menyelamatkan hidup. Sekitar 85% pasien memerlukan izin sebelum pengobatan, yang mengakibatkan stres dan keterlambatan. Riset mengusulkan reforma untuk menyederhanakan sistem manajemen pemanfaatan agar pasien mendapatkan perawatan lebih cepat.

Sebuah studi mencermati bagaimana persyaratan otorisasi sebelumnya dan pemutusan cakupan asuransi menciptakan hambatan bagi terapi penyelamat hidup dalam perawatan kanker. Survei ini, berjudul “The Health Insurance Maze: How Cancer Patients Get Lost in the Red Tape of Utilization Management” yang dilakukan oleh CancerCare, melibatkan 1.201 pasien kanker. Hasilnya menunjukkan bahwa 85% dari pasien memerlukan otorisasi sebelum menerima pengobatan kanker berdasarkan resep dokter, dan 76% menjadi bagian dari pengalaman tersebut selama setahun terakhir.

Keterlambatan dalam mendapatkan izin ini mengakibatkan stres yang luar biasa bagi pasien, yang sudah berjuang melawan penyakit serius. Christine Verini, CEO CancerCare, mengungkapkan, “Untuk orang-orang dengan kanker, keterlambatan dan penolakan akibat manajemen pemanfaatan dapat menjadi perbedaan antara hidup dan mati”. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan dampak dari praktik-praktik ini, yang dapat menghalangi akses ke perawatan yang diperlukan.

Survei juga menemukan bahwa 29% responden mengalami keterlambatan diagnosis dan 40% mengalami keterlambatan pengobatan karena proses otorisasi, meskipun 95% permintaan otorisasi pada akhirnya disetujui. Penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen pemanfaatan sering kali tidak efisien, membuat pasien menunggu lebih lama untuk perawatan yang mereka perlukan.

Otorisasi sebelumnya merupakan salah satu alat manajemen pemanfaatan yang digunakan untuk mengontrol biaya perawatan dengan memverifikasi kebutuhan medis. Namun, dalam konteks perawatan kanker, ini sering menyebabkan keterlambatan yang disebut sebagai ‘ketoksikan waktu’. Konsekuensi keterlambatan pengobatan bisa sangat merugikan bagi kehidupan pasien dan menambah beban finansial serta emosional mereka.

Dr. Alexandra Zaleta, penulis utama studi ini, menekankan bahwa kebijakan manajemen pemanfaatan sering menciptakan keterlambatan yang berbahaya. Dia juga mencatat bahwa pasien yang memiliki asuransi dari pemberi kerja biasanya menghadapi hambatan terbesar. Penelitian ini menjadi panggilan untuk reformasi, meminta agar proses ini disederhanakan agar pasien dapat berkonsentrasi pada perawatan, bukan pada birokrasi.

Survei dilakukan dari September hingga Desember 2024 dengan melibatkan 47.225 orang dewasa di AS. Dari jumlah tersebut, 1.201 pasien kanker yang memenuhi syarat diidentifikasi. Hasilnya menunjukkan bahwa 87% peserta dengan asuransi yang disponsori oleh pemberi kerja mengalami otorisasi sebelumnya, sedangkan 72% dengan Medicare Advantage, dan 57% dengan Medicare Tradisional.

Banyak waktu yang terbuang saat pasien atau keluarga terlibat langsung dalam pengelolaan otorisasi. Hasil penelitian menunjukkan 51% responden kehilangan satu hari kerja hanya untuk satu permintaan otorisasi, sementara 27% kehilangan dua sampai tiga hari kerja. Pola seperti ini menambah beban bagi pasien yang sudah berjuang melawan kanker.

Masalah yang dihadapi oleh pasien kanker terkait asuransi menciptakan hambatan yang bisa berakibat fatal, menurut penelitian terbaru oleh CancerCare. Keterlambatan dalam perawatan dan otorisasi tidak hanya menambah stres, tetapi juga menguras sumber daya waktu dan finansial pasien. Penekanan pada perlunya reformasi dalam hal ini mendesak agar sistem manajemen pemanfaatan lebih efisien dan berfokus pada kebutuhan pasien, bukan birokrasi.

Sumber Asli: www.curetoday.com

About Samuel Miller

Samuel Miller is a veteran journalist with more than 20 years of experience in print and digital media. Having started his career as a news reporter in a small town, he rose to prominence covering national politics and economic developments. Samuel is known for his meticulous research and ability to present complex information in a reader-friendly manner. His dedication to the craft of journalism is matched only by his passion for ensuring accuracy and accountability in reporting.

View all posts by Samuel Miller →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *