Roche Diagnostics melakukan survei yang menunjukkan banyak perempuan di Asia-Pasifik menunda pengobatan karena kewajiban keluarga. Asia menyumbang banyak kasus kanker, termasuk kanker payudara dan serviks, dengan peningkatan mortalitas. Program APAC Women’s Cancer Coalition diluncurkan untuk meningkatkan akses layanan kesehatan dan penyuluhan di daerah pedesaan. Kolaborasi antar berbagai pemangku kepentingan untuk menciptakan solusi menjadi sangat penting.
Roche meningkatkan akses layanan kesehatan di wilayah kurang terlayani di Asia untuk memperbaiki hasil kesehatan kanker bagi perempuan. Menurut survei yang dilakukan Roche Diagnostics terhadap 2.836 perempuan berusia 25 hingga 50 tahun dari delapan negara Asia-Pasifik, 44% merasa terpaksa menunda atau menghindari pengobatan lantaran kewajiban keluarga. Selain itu, enam dari sepuluh responden percaya bahwa kesehatan perempuan kurang mendapatkan perhatian dalam sistem kesehatan.
Ini menjadi masalah besar, mengingat insiden kanker pada perempuan terus meningkat di wilayah ini. Saat ini, Asia menyumbang 45% dari seluruh kasus kanker payudara global dan 58% dari kematian akibat kanker serviks. Negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah menghadapi tantangan lebih lanjut, menambah angka kematian akibat kanker payudara dan serviks. Banyak perempuan didiagnosis pada stadium yang lebih lanjut, yang memperburuk hasilnya.
“Banyak perempuan di Asia-Pasifik yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa kanker payudara dan serviks ini semakin merebut nyawa mereka, padahal seharusnya bisa dicegah atau lebih efektif diobati jika terdeteksi lebih awal,” kata Deepti Saraf, manajer umum Roche (Malaysia). Saraf juga menjadi bagian dari APAC Women’s Cancer Coalition, berkumpul untuk advokasi masalah kanker perempuan.
Diana Edralin, manajer umum Roche (Filipina), menambahkan: “Setiap hari, saya bekerja dengan perempuan-perempuan tangguh yang mengidap kanker payudara. Meski mengalami sakit, mereka tetap memikirkan keluarga. Namun, beban ini membuat mereka merasa frustrasi dan bersalah.”
Saraf juga menyatakan pentingnya menyelesaikan isu kesehatan perempuan di Asia bukan hanya soal moral, tapi juga untuk pertumbuhan sosial dan ekonomi. “Investasi sekitar US$300 juta dalam penelitian kesehatan perempuan dapat memberikan kembali US$13 miliar secara ekonomi,” ujarnya. Menurut Edralin, perempuan merupakan 52,4% dari angkatan kerja di Filipina. Waktu yang hilang akibat penyakit menurunkan produktivitas, memberikan dampak yang lebih luas bagi perekonomian.
Akses layanan kesehatan yang tepat waktu sangat sulit bagi perempuan, terutama di daerah pedesaan. Biaya untuk screening, perawatan, dan transportasi ke fasilitas kesehatan menjadi tantangan besar. Belum lagi masalah budaya dan kurangnya informasi yang sering membuat perempuan enggan berobat. Banyak mitos tentang kanker masih berkembang, seperti anggapan bahwa kanker adalah hukuman.
Saraf menambahkan, petugas kesehatan di daerah pedesaan pun menghadapi berbagai halangan untuk mengedukasi dan menjangkau perempuan. Sedangkan Edralin mencatat bahwa negara pendapatan rendah dan menengah masih sangat kurang terwakili dalam penelitian medis. “Ini berdampak besar pada sistem kesehatan dan infrastruktur kesehatan perempuan,” katanya.
Untuk mengatasi semua ini, Roche bersama organisasi kesehatan lainnya membentuk APAC Women’s Cancer Coalition. Program Mission Leapfrog diluncurkan untuk mengurangi hambatan di bidang pendidikan, screening dan perawatan. Ini menghubungkan lembaga pemerintah dan swasta untuk menciptakan solusi baru.
Misalnya, di Thailand, Roche menggandeng National Cancer Institute untuk melakukan screening kanker serviks di satu pabrik yang menjangkau 242 pekerja perempuan. Di Filipina, kerjasama dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan kanker payudara dan serviks di kalangan pendidik perempuan. Sementara di Indonesia, Roche dan Dharmais National Cancer Hospital mengembangkan tele-mentoring bagi petugas kesehatan untuk meningkatkan kapasitas mereka.
Edralin, sebagai dokter yang memimpin perawatan perempuan dengan kanker, merasa penting untuk menjembatani kesenjangan kesehatan gender. “Perkembangan kesehatan dan teknologi telah mengubah hidup perempuan, tapi tentunya masih banyak yang perlu dilakukan,” katanya. Saraf menambahkan, penting untuk menjangkau perempuan dengan cara yang lebih baik dalam sistem kesehatan.
“Kita harus meningkatkan kehadiran perempuan di sektor kesehatan. Semua program yang dijalankan dengan berbagai pendekatan memiliki tujuan yang sama: memastikan akses ke layanan kesehatan yang adil dan tepat bagi semua perempuan. Ke depan, kemitraan strategis seperti ini sangat penting untuk perbaikan hasil kesehatan perempuan,” tutup Edralin.
Roche berkomitmen untuk mengatasi kesenjangan dalam akses kesehatan bagi perempuan di Asia. Survei menunjukkan banyak perempuan mengabaikan kesehatan mereka karena kewajiban keluarga. Program seperti APAC Women’s Cancer Coalition diharapkan bisa mengurangi hambatan di bidang edukasi dan perawatan. Dengan kolaborasi yang lebih baik antara berbagai pihak, diharapkan akses dan perawatan untuk kanker payudara dan serviks dapat ditingkatkan, terutama di daerah kurang terlayani. Ini sangat penting tidak hanya untuk kesehatan individu, tetapi juga untuk pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Kesadaran dan pendidikan tentang pentingnya diagnosa dini menjadi kunci dalam mengurangi kematian akibat kanker di kalangan perempuan.
Sumber Asli: www.channelnewsasia.com