- Asya Agulnik menyoroti kebutuhan untuk pendekatan baru dalam pengobatan kanker anak.
- Hampir setengah kanker anak terjadi di negara-negara berkonflik.
- Penelitian menunjukkan keterlambatan diagnosis memperburuk hasil pengobatan kanker di wilayah konflik.
- Sustainable solutions seperti pelatihan penyedia kesehatan sangat dibutuhkan.
- Target survival kanker anak 60% pada 2030 harus dicapai melalui intervensi tepat.
Pentingnya Inovasi dalam Penanganan Kanker Anak di Wilayah Konflik
Asya Agulnik, anggota asosiasi di St. Jude Children’s Research Hospital, baru-baru ini membagikan sebuah kajian yang dikeluarkan oleh rumah sakit itu di LinkedIn. Dalam post tersebut, Agulnik menyerukan perlunya pendekatan inovatif untuk pengobatan kanker anak di negara-negara yang dilanda konflik. Menurutnya, hampir separuh dari anak-anak yang didiagnosis menderita kanker dan lebih dari setengah kematian akibat kanker anak terjadi di negara-negara berkonflik. Agar hasil pengobatan kanker pada anak bisa ditingkatkan, maka strategi baru yang spesifik untuk konteks yang rapuh ini sangat diperlukan.
Dampak Perang Terhadap Kesehatan Anak dan Kanker
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh St. Jude Children’s Research Hospital dan Duke University, gangguan akibat konflik bersenjata dapat merusak sistem kesehatan dan, bagi anak-anak dengan kanker, hal ini berakibat fatal. Mereka menemukan bahwa diagnosis dan pengobatan yang tertunda di area yang dilanda konflik dapat meningkatkan angkat kematian hingga 20-30% lebih tinggi daripada di daerah yang tidak berkonflik. Agulnik menambahkan bahwa beban kanker anak tidak hanya dialami oleh negara-negara berpendapatan rendah, tetapi juga di negara-negara yang tengah bertikai, dan angka tersebut terus meningkat dari waktu ke waktu.
Strategi untuk Meningkatkan Angka Keluhan Kanker Anak
Untuk mengatasi krisis ini, penting untuk mengembangkan intervensi yang terarah agar dapat meningkatkan angka kel存nakan kanker anak ke 60% pada 2030. Solusi berkelanjutan, seperti membangun kapasitas perawatan kesehatan lokal, melatih penyedia layanan, dan mengembangkan kebijakan yang disesuaikan, adalah langkah-langkah esensial yang diperlukan. Dalam pernyataan, Agulnik menekankan bahwa studi ini sangat penting karena menunjukkan dampak signifikan konflik bersenjata terhadap hasil kanker anak. Penanganan yang terhambat dan tes yang tertunda di area konflik sangat mempengaruhi angka kematian, sehingga menuntut langkah-langkah konkret dan berkelanjutan.
Asya Agulnik dan St. Jude Children’s Research Hospital menggugah perhatian terhadap anak-anak dengan kanker di negara-negara yang mengalami konflik, dimana layanan kesehatan sering terganggu. Penelitian menunjukkan bahwa angka kematian jauh lebih tinggi akibat keterlambatan diagnosis dan pengobatan. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi yang berkelanjutan dan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan angka kel存nakan dan memberikan harapan baru bagi anak-anak tersebut.