Penelitian baru menunjukkan bahwa sebagian besar perokok seumur hidup tidak mengalami kanker paru-paru karena mekanisme pelindung tertentu. Ini dilakukan melalui analisis mutasi DNA di sel paru-paru yang memberikan wawasan baru tentang pencegahan kanker dan deteksi awal. Teknik inovatif, seperti SCMDA, membantu dalam analisis ini dan menunjukkan adanya batasan pada akumulasi mutasi.
Penelitian terbaru mengungkap mengapa sebagian besar perokok seumur hidup tidak mengalami kanker paru-paru. Penelitian ini menghubungkan merokok dengan mutasi DNA di sel paru-paru, serta mengidentifikasi mekanisme pelindung yang mungkin berkontribusi pada pencegahan kanker serta deteksi dini.
Kanker paru-paru adalah penyebab utama kematian terkait kanker secara global, dengan merokok sebagai penyebab utama. Meskipun jelas bahwa merokok menyebabkan kerusakan DNA yang mengarah ke kanker, sekitar 80-90% perokok seumur hidup tidak terkena kanker paru-paru. Hal ini mendorong penelitian untuk mencari faktor molekuler dan genetik yang menawarkan perlindungan bagi individu tertentu.
Melalui analisis sel genomik tunggal, peneliti menemukan bahwa meskipun sel tumor di paru-paru perokok memiliki ribuan mutasi, belum banyak diketahui tentang mutasi di sel normal. Pendekatan ini membantu memahami bagaimana usia dan merokok berkontribusi terhadap akumulasi mutasi.
Teknik baru bernama single-cell multiple displacement amplification (SCMDA) memungkinkan peneliti untuk mendeteksi mutasi dengan akurasi lebih tinggi. Penelitian di Albert Einstein College of Medicine menemukan bahwa sel epitel bronkial perokok menunjukkan tingkat mutasi yang lebih tinggi dibandingkan non-perokok, memperkuat anggapan bahwa merokok mempercepat pemicu kanker.
Menariknya, akumulasi mutasi pada perokok naik secara proporsional dengan jumlah tahun merokok, tetapi mencapai titik jenuh setelah sekitar 23 tahun. Dr. Simon Spivack menunjukkan bahwa ini bisa mencerminkan mekanisme perbaikan DNA yang lebih baik pada beberapa individu yang telah merokok lama.
Temuan ini membuka peluang baru untuk penelitian kanker paru-paru dan mengidentifikasi faktor pelindung dalam perokok. Tools yang mengukur kapasitas perbaikan DNA itu bisa membantu dalam mengurangi risiko dan mendeteksi kanker lebih awal.
Penting bagi penelitian untuk menghubungkan biologi molekuler dengan praktik klinis. Meskipun berhenti merokok adalah cara paling efektif mencegah kanker paru-paru, memahami mekanisme genetik dapat membantu dalam intervensi lebih awal dan alokasi sumber daya kesehatan yang lebih baik. Ke depan, peneliti berharap untuk mengembangkan metode personalisasi dalam pencegahan kanker.
Penelitian tentang kanker paru-paru dan merokok telah berlangsung lama, menunjukkan bahwa perokok memiliki risiko tinggi mengembangkan kanker paru. Namun, fenomena di mana banyak perokok seumur hidup tidak menderita kanker menimbulkan pertanyaan mengenai perlindungan genetik dan mekanisme lain yang dapat mengurangi risiko kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara merokok, akumulasi mutasi, dan penuaan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sebagian besar perokok seumur hidup tidak mengembangkan kanker paru-paru berkat beberapa mekanisme pelindung yang mungkin ada. Dengan memanfaatkan teknik analisis sel tunggal, peneliti dapat lebih memahami mutasi dan memperkirakan individu berisiko tinggi. Ini menandakan peluang untuk inovasi dalam pencegahan dan deteksi dini kanker paru-paru, mendukung kebutuhan untuk meraih pemahaman yang lebih baik tentang interaksi antara genetik, merokok, dan kesehatan.
Sumber Asli: www.thebrighterside.news