Penggunaan Imunoterapi Kanker Meningkatkan Risiko Rheumatoid Arthritis

Studi terhadap lebih dari lima juta pasien menunjukkan bahwa pengguna ICI memiliki risiko 26% lebih tinggi untuk mengembangkan rheumatoid arthritis. Penelitian ini menemukan prevalensi RA lebih tinggi di kelompok ICI, dengan pasien yang lebih muda dan sebagian besar pria. Meski demikian, ada penurunan risiko untuk beberapa kondisi autoimun lainnya dan penting untuk memantau gejala arthritis pada pasien tersebut.

Sebuah studi terhadap lebih dari lima juta pasien dengan neoplasma menemukan bahwa pasien yang menerima inhibitor checkpoint imun (ICI) memiliki risiko 26% lebih tinggi mengalami rheumatoid arthritis (RA) dibandingkan dengan mereka yang menjalani terapi kanker lainnya. Penelitian ini menggunakan data dari jaringan penelitian triNetX untuk mengevaluasi prevalensi kondisi autoimun baru setelah memulai ICI.

Dari total 5.259.415 pasien yang dianalisis, 106.809 (2,03%) di antaranya menerima ICI. Peserta dibagi menjadi dua kelompok: yang menerima ICI dan yang tidak. ICI termasuk obat seperti atezolizumab, nivolumab, dan pembrolizumab. Penelitian juga mengkaji prevalensi beberapa kondisi autoimun seperti RA, lupus sistemik, dan sklerosis sistemik.

Data menunjukkan bahwa pasien yang menerima ICI umumnya lebih muda (rata-rata umur 68,7 tahun) dan sebagian besar pria (54%). Prevalensi RA lebih tinggi di kelompok ICI (2,19% vs 1,75%; odds ratio [OR], 1,258; P < .0001). Pasien yang mendapatkan kombinasi pengobatan dengan inhibitor CTLA-4 dan PD-1/PDL-1 juga menunjukkan prevalensi RA yang lebih tinggi.

Namun, pengobatan ICI dikaitkan dengan lebih rendahnya kemungkinan mengembangkan lupus sistemik (OR, 0,837; P = .0005) dan sklerosis sistemik (OR, 0,796; P = .0151). Tidak ada perbedaan signifikan dalam prevalensi vasculitis atau dermatomiositis antara kedua kelompok. Penulis menekankan perlunya pemantauan gejala arthritis inflamasi pada pasien yang menerima ICI.

Studi ini dipimpin oleh Pushti Khandwala, MBBS, dari Jefferson Einstein Philadelphia Hospital dan diterbitkan pada 24 Januari 2025 di ACR Open Rheumatology. Studi ini diakui memiliki keterbatasan terkait akurasi data dan sifat retrospektif, sehingga tidak bisa membuktikan hubungan sebab akibat. Selain itu, ada potensi keterlambatan diagnosis atau kasus yang tidak terdeteksi karena kurangnya tindak lanjut dengan rheumatolog.

Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan inhibitor checkpoint imun (ICI) meningkatkan risiko rheumatoid arthritis (RA) sebesar 26%. Meskipun ada risiko tinggi untuk RA, risiko terhadap beberapa kondisi autoimun lainnya, seperti lupus sistemik dan sklerosis sistemik, justru lebih rendah. Penting bagi tenaga medis untuk memantau gejala arthritis inflamasi pada pasien yang menjalani terapi ICI, khususnya yang mendapatkan pengobatan kombinasi.

Sumber Asli: www.medscape.com

About Chloe Kim

Chloe Kim is an innovative journalist known for her work at the intersection of culture and politics. She has a vibrant career spanning over 8 years that includes stints in major newsrooms as well as independent media. Chloe's background in cultural studies informs her approach to reporting, as she amplifies stories that highlight diverse perspectives and experiences. Her distinctive voice and thought-provoking articles have earned her a loyal following.

View all posts by Chloe Kim →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *