Kanker Payudara Diprediksi Meningkat – Apakah Sistem Kesehatan Kita Siap?

Prediksi kanker payudara meningkat menjelang 2050 menimbulkan kekhawatiran pada kesiapan sistem kesehatan. Studi ini mengidentifikasi disparitas global dalam insiden dan kematian kanker payudara, dengan negara berpendapatan rendah mengalami angka kematian yang lebih tinggi. Peningkatan akses layanan kesehatan dan deteksi dini perlu segera dilakukan untuk mengatasi tantangan ini.

Kanker payudara diprediksi meningkat signifikan menjelang 2050, menimbulkan kekhawatiran apakah sistem kesehatan siap menghadapinya. Studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Medicine menunjukkan ketidakmerataan dalam diagnosis, pengobatan, dan tingkat kelangsungan hidup di seluruh dunia. Rata-rata, satu wanita didiagnosis dengan kanker payudara setiap menit, dan satu wanita meninggal setiap menit akibat penyakit ini.

Rasio kematian akibat kanker payudara di negara dengan Indeks Pembangunan Manusia (HDI) rendah mencapai empat kali lipat dibandingkan negara dengan HDI sangat tinggi. Di wilayah dengan HDI rendah, 46% wanita di bawah usia 50 yang didiagnosis meninggal, berbeda jauh dengan 11% di negara-negara dengan HDI tinggi. Sementara negara-negara kaya mengalami peningkatan laju kelangsungan hidup, negara-negara berpendapatan rendah masih berjuang dengan diagnosis terlambat dan akses layanan kesehatan yang terbatas.

Faktor seperti riwayat reproduksi, pilihan gaya hidup, dan genetik memengaruhi insiden kanker payudara. Negara maju melaporkan angka diagnosis yang lebih tinggi, tetapi negara berpenghasilan rendah dan menengah menghadapi tingkat kematian yang lebih tinggi akibat keterlambatan diagnosis dan kurangnya program pemantauan.

Inisiatif Global Kanker Payudara dari WHO berupaya menurunkan angka kematian melalui deteksi dini, namun hanya tujuh negara, termasuk Belgia dan Denmark, yang berhasil mencapai target penurunan kematian sebesar 2,5% per tahun. Penelitian ini menemukan bahwa insiden kanker payudara meningkat paling cepat di kalangan wanita muda di negara-negara kaya, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Bahrain.

Analisis data dari 185 negara menunjukkan Australia dan Selandia Baru memiliki angka insiden tertinggi, dengan 100,3 kasus per 100.000 wanita. Sementara itu, Asia Selatan mencatat angka terendah, yakni 26,7 per 100.000. Proyeksi menunjukkan 3,2 juta kasus baru dan lebih dari 1,1 juta kematian diharapkan pada tahun 2050, menyoroti perlunya tindakan global untuk memperbaiki hasil kanker payudara.

Kemunduran di negara dengan HDI rendah seringkali akibat diagnosis terlambat dan keterbatasan akses terhadap pengobatan. Faktor risiko, termasuk obesitas dan konsumsi alkohol, juga berkontribusi perluasan angka kasus. Studi ini menekankan perlunya investasi pada infrastruktur kesehatan dan peningkatan akses ke layanan pemantauan payudara sebagai solusi jangka pendek.

Dalam rangka mengatasi tantangan ini, peningkatan deteksi dini, akses terhadap perawatan, dan pengurangan faktor risiko menjadi langkah penting untuk mengatasi masalah ini. Jika semua negara mencapai target WHO, diperkirakan hampir 560.000 nyawa bisa diselamatkan menjelang 2050. Temuan ini menyoroti perlunya tindakan segera untuk mengatasi disparitas kesehatan global dalam kanker payudara dan mengurangi kematian yang semakin meningkat.

Temuan menunjukkan peningkatan beban kanker payudara secara global dan kesenjangan keberlangsungan hidup antara negara kaya dan miskin. Tanpa intervensi mendesak, angka kematian diperkirakan akan terus meningkat, terutama di negara dengan sumber daya terbatas. Peningkatan deteksi dini, akses terhadap perawatan, dan penanganan faktor risiko yang dapat dicegah adalah langkah kunci untuk mengurangi krisis yang berkembang ini.

Sumber Asli: www.news-medical.net

About Malik Johnson

Malik Johnson is a distinguished reporter with a flair for crafting compelling narratives in both print and digital media. With a background in sociology, he has spent over a decade covering issues of social justice and community activism. His work has not only informed but has also inspired grassroots movements across the country. Malik's engaging storytelling style resonates with audiences, making him a sought-after speaker at journalism conferences.

View all posts by Malik Johnson →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *