Penelitian dari UNIGE mengungkapkan perubahan lipid dalam sel kanker kolorektal resisten terhadap kemoterapi. Temuan ini membuka jalan bagi strategi pengobatan yang dipersonalisasi, membantu memahami resistensi pengobatan. Studi ini menunjukkan pentingnya pendekatan berbasis profil lipid untuk memulihkan sensitivitas terhadap kemoterapi, walau masih memerlukan pengujian lebih lanjut sebelum diterapkan di klinik.
Kanker kolorektal adalah penyebab kedua kematian akibat kanker yang paling umum, dengan hampir 2 juta kasus baru setiap tahun di seluruh dunia. Pengobatannya terutama menggunakan kemoterapi, meskipun efektivitasnya menurun seiring berjalannya waktu karena resistensi sel tumor. Penelitian dari Universitas Jenewa (UNIGE) menemukan perubahan tertentu pada lipid dalam sel kanker yang resisten terhadap kemoterapi, yang dapat memandu strategi pengobatan yang dipersonalisasi. Hasil penelitian ini dipublikasikan dalam International Journal of Molecular Sciences.
Mendatang, jumlah kasus kanker kolorektal dapat meningkat menjadi lebih dari 3 juta pada tahun 2040, menyebabkan kematian meningkat dari 700,000 menjadi 1.6 juta. Keterlambatan dalam diagnosis menyebabkan prognosis yang buruk, karena gejala tidak selalu langsung terlihat. Perawatan saat stadium lanjut lebih bergantung pada kombinasi kemoterapi FOLFOXIRI, yang seringkali memberikan efek samping signifikan dan menunjukkan variasi efektivitas antara individu. Sel-sel tumor sering kali berkembang menjadi tidak sensitif terhadap pengobatan, mendorong penelitian untuk mengatasi resistensi ini.
Tim yang dipimpin oleh Prof. Patrycja Nowak-Sliwinska dari UNIGE telah mengidentifikasi pola lipid yang berubah dalam sel-sel kanker yang menjadi resisten terhadap kemoterapi. Mereka menggunakan algoritma khusus dalam analisis lipid untuk menemukan spesies lipid yang teralterasi sebagai indikasi resistensi kemoterapi. Dr. George M. Ramzy, penulis utama studi ini, menyatakan, “Identifikasi spesies lipid yang teralterasi dapat menjadi penanda prognostik dalam resistensi kemoterapi.”
Dalam eksperimen, empat garis sel kanker dari masing-masing pasien diteliti, di mana sebagian diobati dengan FOLFOXIRI selama 60 minggu untuk mengamati perkembangan resistensi. Profil lipid dari sel kanker yang menjadi resisten dibandingkan dengan sel yang tidak diobati. Tim juga menggunakan chromatografi cair dan spektrometri massa untuk profiling lipid secara menyeluruh.
Hasilnya menunjukkan bahwa resistensi berkaitan dengan peningkatan trigliserida dan ester kolesterol pada satu garis sel, serta peningkatan fosfolipid pada garis sel lainnya. “Ini menunjukkan variasi individu yang penting, menjelaskan perbedaan efektivitas pengobatan,” kata George M. Ramzy. Meskipun hasil ini menjanjikan, penggunaannya masih membutuhkan pengujian lebih lanjut pada sampel tumor secara langsung sebelum diterapkan di klinik.
Penelitian ini menemukan bahwa pola lipid tertentu dapat membantu memahami dan mengatasi resistensi terhadap kemoterapi pada kanker kolorektal. Perbedaan dalam profil lipid di antara individu menunjukkan perlunya pendekatan pengobatan yang dipersonalisasi. Namun, penelitian lebih lanjut pada sampel tumor segar diperlukan sebelum penerapan klinis.
Sumber Asli: www.news-medical.net